Minggu, 02 November 2014

MAKALAH MUNAKAHAT DAN WARISAN

                                                                                                      
KATA PENGANTAR


    Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “MUNAKAHAT DAN WARISAN”

    Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian Munakahant dan Waris atau yang lebih khususnya membahas definisi dan pembagian Munakahat dan Warisan, serta identifikasi dan hukumnya.

    Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Munakahat dan Warisan.

           Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

    Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua yang telah membaca dan menerima makalah ini.  Semoga Allah SWT senantiasa meridhai semuanya.  Aamiin.



                                
                                                                                                                                           Penyusun









DAFTAR ISI



DAFTAR ISI...............................................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................................................

·         LATAR BELAKANG....................................................................................................
·         RUMUSAN MASALAH................................................................................................
·         TUJUAN.........................................................................................................................


BAB II. ANALISIS PERMASALAHAN...................................................................................

A.    PEMBAHASAN.............................................................................................................
·         PENGERTIAN MUNAKAHAT ...................................................................................
·         RUKUN MUNAKAHAT...............................................................................................
·         HUKUM MUNAKAHAT..............................................................................................
·         MASKAWIN..................................................................................................................
·         HIKMAH MUNAKAHAT............................................................................................
·         WALI..............................................................................................................................
·         PENGERTIAN WARISAN.................................................................................................
·         HAL-HAL PERLU DI UTAMAKAN DARI WARISAN..................................................
·         AHLI WARIS.................................................................................................................



BAB III. PENUTUP....................................................................................................................

A.    KESIMPULAN...............................................................................................................
B.     SARAN............................................................................................................................
C.     KRITIKAN......................................................................................................................

      DAFTAR PUSTAKA










BAB I
PENDAHULUAN

·         LATAR BELAKANG

Munakahat adalah salah satu asas pokok hidup, terutama dalam pergaulan atau
bermasyarakat yang sempurna, selain itu munakahat juga merupakan suatu
pokok yang utama untuk menyusun masyarakat kecil, yang nantinya akan menjadi
anggota dalam masyarakat yang besar. Munakahat adalah bentuk yang paling sempurna dari kehidupan bersama.

Warisan adalah harta pusaka (harta peninggalan) yaitu harta benda dan hak yang di tinggalkan oleh orang yang meninggal dunia untuk di bagikan kepada ahli warisnya (orang yang berhak menerimanya).Ahli waris artinya orang-orang yang berhak menerima harta pusaka dari seseorang yang telah meninggal dunia.Jumlah ahli waris sebanyak 25 ororang dari yaitu 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.



·         RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah merupakan upaya menyatakan permasalahan-permasalahan
dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang akan diselesaikan oleh penulis dalam
sebuah penelitian. Ada beberapa rumusan masalah dari latar belakang tersebut yaitu:

1. Bagaimana tata cara munakahat dan tata cara warisan?
2. Apa sumber hukum yang terdapat dalam munakahat dan warisan?
3. Penjelasan hadist tentang munakaht dan warisan?



·         TUJUAN

     Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini antara lain, yaitu:

1. sebagai bahan kajian para mahasiswa mengenai Munakahat dan Warisan.
2. sebagai mencari berbagai cara untuk membahas tentang Munakahat dan Warisan.
3. sebagai metode pengumpulan data tentang Muankahat dan Warisan.




BAB II
ANALISIS PERMASALAHAN

A.    PEMBAHASAN

·         PENGERTIAN MUNAKAHAT

Munakahat adalah Akad nikah yang menghalalkan pergaulan yang membatasi hak dan kewajiban daripada masing-masing jenis laki-laki dan perempuan. Yang antara keduanya bukan muhrim.
Dari pengertian tersebut kita dapat mengetahui, bahwa dalam munakahat itu harus ada akad nikah, di samping antara masing-masing jenis (laki-laki dan perempuan) itu tidak mempunyai hubungan kekeluargaan, baik yang di sebabkan karena keturunan, menyusui, dan sebab perkawinan. Denagan kata lain kedua laki- laki dan wanita bukan muhrim.
Muhrim artinya Orang yang tidak boleh di kawini di sebabkan garis keturunan, sepersusuan ataupun perkawinan, baik laki-laki maupun perempuan.
v  Muhrim di sebabkan keturunan (genealogis)

§  Ibu dari ibunya (nenek) ibu dari bapak dan seterusnya sampai ke atas.
§  Anak, cucu dan seterusnya sampai ke bawah.
§  Saudara perempuanbaik seibu-sebapak.
§  Saudara perempuan (bibi) dari bapak.
§  Saudara perempuan (bibi) dari ibu.
§  Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya.
§  Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya.

v  Muhrim yang di sebabkan menyusui

§  Ibu dan bapak dari tempat menyusui
§  Saudara perempuan sepersusuan

v  Muhrim yang di sebabkan perkawinan

§  Mertua (ibu dari pihak isteri)
§  Anak tiri
§  Menantu (isteri dari anak)
§  Isteri bapak (ibu)
·       RUKUN MUNAKAHAT

v  Calon isteri
v  Calon suami
v  Wali (dari pihak perempuan).
v  Dua orang saksi.
v  Shigat (ijab-qabul).

v  Syarat-Syarat Calon Isteri
Bukan mahram dengan bakal suami.Bakal isteri itu tentu orangnya, tidak sah perkahwinan kalau seorang bapa berkata: “Saya nikahkan awak dengan salah seorang daripada anak-anak perempuan saya”.Pendeknya mestilah ditentukan yang mana satu daripada anak-anaknya itu.Bukan isteri orang dan bukan pula masih dalam iddah.Benar-benar yang ia seorang perempuan – bukan khunsa.Dengan rela hatinya bukan dipaksa-paksa kecuali bakal isteri itu masih gadis maka bapa atau datuk (bapa kepada bapa) boleh memaksanya berkahwin.

v  Syarat-Syarat Caalon Suami
Bukan mahram dengan bakal isteri.Dengan pilihan hatinya sendiri, tidak sah berkahwin dengan cara paksa.Lelaki yang tertentu, tidak sah perkahwinan kalau wali berkata kepada dua  orang lelaki : “Saya nikahkan anak perempuan saya Aminah dengan salah seorang daripada kamu berdua.”Bakal suami mestilah tahu yang bakal isteri itu sah berkahwin dengannya.Bakal suami itu bukan sedang dalam ilham.Bakal suami tidak dalam keadaan beristeri empat.

v  Syarat-Syarat Wali
Islam, orang yang tidak beragama Islam tidak sah menjadi wali atau saksi.Firman Allah:Artinya : Wahai orang yang beriman janganlah kamu ambil orang Yahudi dan orang Nasrani untuk menjadi wali.(Surah Al-Maidah : Ayat 51)
- Baligh
- Beraka
- Merdeka
- Lelaki
            Perempuan tidak boleh menjadi wali.Sabda Rasulullah SAW :Artinya : Tidak harus perempuan mengkahwinkan perempuan dan tidak perempuan mengkahwinkan dirinya sendiri, dan kami berkata: perempuan yang mengkahwinkan dirinya sendiri adalah penzina.(Riwayat Al-Dar Al-Qatni)Adil – tidak pasiq, sabda Rasulullah SAW :Artinya : Tidak sah perkahwinan itu melainkan dengan wali yang adil.Tidak dalam ihram, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:Artinya : Orang yang sedang berihram tidak boleh berkahwin dan tidak boleh mengkahwinkan orang lain.(Riwayat Muslim)Tidak cacat akal atau fikirannya samada kerana terlalu tua atau lainnya.Tidak dari orang yang ditahan kuasanya dari membelanjakan hartanya kerana bodoh atau terlalu boros.
v  Syarat- Ijab Dan Qabul

·         .Syarat-syarat ijab :
Hendaklah dengan perkataan nikah atau tazwij yang terang dan tepat.Lafaz ijab itu tidak mengandungi perkataan yang menunjukkan perkahwinan itu terbatas waktnya.Dari wali sepertii katanya : “Saya nikahkan awak dengan anak saya Fatimah  dengan mas kahwin lima ratus ringgit tunai / bertangguh”, atau pun dari wakil wali seperti katanya : Saya nikahkan dikau dengan Fatimah binti Yusof yang telah berwakil wali ayahnya kepada saya dengan mas kahwin sebanya lima ratus ringgit tanai / bertangguh”.Tidak dengan lafaz ta’liq seperti kata wali : “Saya nikahkan dikau dengan anak saya Fatimah sekiranya anak saya itu diceraikan dan selesai iddahnya”.
·         Syarat-syarat Qabul :
Tidak berselang lama atau tidak diselangi dengan perkataan-perkataan lain di antara ijab dan qabul. Ertinya di antara ijab dan qabul tidak diselangi oleh sesuatu samada perkataan-perkataan yang lain daripada ijab dan qabul atau diam yang lama, bukan diam untuk bernafas.Diterima oleh calon suami seperti katanya : “Saya terima nikahnya dengan mas kahwin sebanyak yang tersebut tunai / bertangguh”. Ataupun wakilnya seperti katanya: “Saya terima nikahnya untuk Osman, (kalau calon suami itu bernama Osman) dengan mas kahwin yang tersebut”.Lafaz qabul itu tidak berta’liq.Lafaz qabul itu tidak mengandungi perkataan yang menunjukkan nikah itu terbatas waktunya.Hendaklah disebut nama bakal itu atau ganti namanya, seperti kata calon suami : “Saya terimalah nikah Fatimah atau nikahnya”.Lafaz qabul itu sesuai dengan lafaz ijab.Hendaklah lafaz qabul itu lafaz yang terang bukan sindiran.
·         Syarat-Syarat Saksi  :
Kedua saksi perkahwinan itu mestilah beragama Islam.
-Lelaki
-Berakal
-Baligh
-Merdeka
-Adil (tidak fasiq).

              Melihat, tidak sah menjadi saksi orang yang buta.Mendengar, tidak sah menjadi saksi orang yang pekak.Kuat ingatan, maksudnya ingat apa yang didengar dan yang dilihat.Faham dengan bahasa yang digunakan dalam ijab dan qabul.Bukan yang tertentu menjadi wali seperti bapa atau saudara lelaki yang tunggal (tidak ada saudara lelaki yang lain), ertinya : tidak sah perkahwinan sekiranya bapa atau saudara yang tunggal itu mewakilkan kepada orang lain untuk mengakadkan perkahwinan itu sedangkan mereka menjadi saksi dalam perkahwinan tersebut.

·         HUKUM MUNAKAHAT
Hukum munakahat terdiri dari beberapa macam, antara lain :
v  Jaiz

Jaiz artinya di perbolehkan dan inilah sebenarnya yang menjadi dasar hukum munakahat.

v  Sunnat

Sunnat artinya apabila orang yang akan melakukan munakahat itu telah mempunyai hasrat
sendiri untuk kawin, di samping telah mempunyai bekal hidup untuk membiayai/ memberi nafkah secukupnya.

v  Wajib

Wajib artinya bagi orang yang telah mempunyai bekal hidup untuk memberi nafkah yang
Cukup, di samping adanya kekhawatiran berbuat maksia(zina).

v  Makruh

Makruh artinya bagi orang yang belum mempunyai kemampuan memberi nafkah.

v  Haram

Haram artinya apabila orang yang akan melakukan munakahat itu mempunyainiat buruk yaitu menyakiti hati perempuan yang di kawininya itu.
Demikian macam-macam hukum munakahat yang di jumpai dalam ajaran islam, yang harus di ketahui dan di laksanakan oleh seluruh umatnya.

Selanjutnya mungkin timbul pertanyaan : Mengapa sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, bahwa orang laki-laki beristeri lebih dari satu ? Kalau demikain bolehlah seorang perempuan itu bersuami lebih dari satu ? Dan apakah dalam ajaran islam diperbolehkan munakahat campuran?
Jawabannya : Menurut ajaran islam bahwa munakahat campuran dan perempuan yang bersuami lebih dari satu itu di larang oleh ALLAH SWT, bahkan bagi seorang laki-laki yang beristerikan lebih dari satu orang pun di kenakan persyaratan-persyaratan yang cukup berat untuk di laksanakan. Ajaran Islam sangat berhati-hati dalam mengatur segi-segi kehidupan manusia sehari-hari. Dalam ajaran Islam tidak ada larangan seorang laki-laki beristerikan sampai batas empat orang. Akan tetapi untuk melaksanakn hal itu harus dapat memenuhi syarat-syarat yaitu bisa berlaku seadil-adil nya dalam mengatur kebutuhan tiap-tiap isteri, sebagaimana Firman ALLAH SWT yang berbunyi :

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ

Artinya ‘’ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang sajaatau budak-budak yang kamu miliki.....’’ (An-Nisa’ :3)
·         MASKAWIN

v  Pengertian Maskawin(Al-Mahar)
Maskahwin ialah : pemberian yang wajib diberi oleh suami kepada isterinya dengan sebab perkahwinan.Sebagaimana firman Allah:
Artinya :Berikanlah kepada orang-orang perempuan itu maskahwin mereka S.A.W.:
Sabda Rasulullah SAW :
Artinya : Carilah untuk dijadikan maskahwin walaupun sebentuk cincin yang dibuat daripada besi.(Riwayat Al-Bukhari Muslim)Dari hadist tersebut nyatalah bahawa maskahwin boleh dijadikan daripada apa sahaja, asalkan sesuatu yang berguna dan berfaedah,samada berupa wang, barang atau sesuatu yang bermanfaat,Sebagaimana Rasulullah pernah mengkahwinkan seorang lelaki yang tidak ada memiliki sesuatu apa pun untuk dijadikan maskahwin, lalu Rasulullah bertanya kepada lelaki itu
"adakah pada engkau sedikit dari ayat-ayat Quran," lelaki itu menyahut bahawa dia ada mengingati beberapa surat, kemudian Rasulullah pun mengkahwinkan lelaki itu dengan bermaskahwinkan surat yang diajarkan kepada perempuan yang bakal menjadi isteri lelaki itu.
Maskahwin ini tidak dihadkan oleh syarak banyak atau sedikit.Jadi untuk menentukan banyak atau sedikitnya maskahwin ini terpulanglah kepada persetujuan kedua belah pihak pengantin dan biasanya mengikuti taraf atau darjat pengantin tersebut, walau bagaimanapun pihak syarak tidak mengalakkan maskahwin yang terlalu tinggi yang menyebabkan kesukaran bagi pihak lelaki, sebagaimana sabda Rasulullah S.A.W.:
Artinya : Sebaik-baik maskahwin ialah yang lebih rendah.
Hadis tersebut menunjukkan bahawa disunatkan maskahwinkan itu rendah nilainya, supaya tidak menjadi keberatan kepada lelaki untuk mencarinya, walaupun begitu, bukanlah bermaksud rendah sehingga sampai menjatuhkan taraf wanita.

·         Bahagian Mahar

v  Mahar Misil
Mahar Misil ialah mahar yang dinilai mengikut maskahwin saudara-saudara perempuan yang telah berkahwin lebih dahulu dan hendaklah dinilai sama dengan maskahwin keluarga yang paling dekat sekali, seperti kakak, emak saudara dan seterusnya di samping menilai keadaan perempuan itu sendiri dari segi kecantikan, kekayaan, pelajaran dan sebagainya.
v  Mahar Musamma
Mahar Musamma ialah maskahwin yang telah ditetapkan dan telah dipersetujui oleh kedua-dua belah pihak dengan tidak memandang kepada nilai maskahwin saudara-saudara perempuan itu.
·         HUKUM MENYEBUT MASKAWIN DI WAKTU AKAD

v  Sunat
                  Sunat, karena Rasulullah sendiri tidak pernah meninggalkan dari menyebutnya di masa akad bila menikahkan  orang lain.  Dengan menyebutnya di masa akad, dapat mengelakkan dari berlaku perselisihan berhubung dengannya,  juga dapat membezakan di antara perkahwinan biasa dengan perkahwinan  seorang perempuan yang menghebahkan dirinya kepada Rasulullah tanpa mahar.
      Sekiranya mahar tersebut tidak dinyatakan di masa akad bukanlah bererti akad perkahwinan itu tidak sah tetapi makruh jika tidak disebut.
v  Wajib
                  Wajib disebut mahar di waktu akad dalam keadaan yang berikut :
1.      Jika bakal isteri itu seorang yang masih budak kecil, gila, atau bodoh, sedangkan bakal suami ingin membayar mahar yang lebih tinggi dari mahar yang sepatutnya (mahar misil).

2.      Jika bakal isteri yang sudah baligh, bijak dan boleh menguruskan diri sendiri dan telah membenarkan wali untuk mengkahwinkannya, tetapi ia tidak menyerahkan kepada  walinya untuk menetapkan maskahwinnya.
3.  Jika bakal suami itu seorang yang tidak boleh menguruskan hal dirinya sendiri, seperti ia masih   budak, gila atau bodoh dan sebelum akad telah mendapat persetujuan dari bakal isteri tersebut tentang bayaran maskahwin kurang dari mahar yang sepatutnya, oleh yang demikian maskahwin wajib dinyatakan sebagaimana yang dipersetujui.
Maksud wajib di sini bukanlah bererti perkahwinan itu tidak sah, tetapi perbuatan itu dianggap  berdosa dan maskahwin dibayar mengikut kadar yang sepatunya (mahar Misil).

·         WAJIB MASKAWIN

         Maskawin wajib dibayar mengikut sebagaimana yang tersebut di dalam akad,  Jika dinyatakan di masa akad, maskahwin wajib juga dibayar dengan keadaan yang berikut :
1.      Bila suami menetapkan yang ia akan membayarnya sebelum dukhul (setubuh) dan dipersetujui oleh pihak isteri.  Oleh yang demikian, isteri berhak menghalang suami dari mensetubuhinya sehingga suami tersebut menentukan kadar  maskahwin yang akan diberinya, samada dengan secara tunai atau berhutang.  Jika dijanjikan tunai maka pihak isteri berhak menghalang suami tersebut dari mensetubuhinya sehingga dijelaskan maskahwin itu.
2.      Bila penetapan maskahwin itu dibuat oleh qadhi dengan sebab keingkaran pihak suami dari membuat ketetapan atau dengan senan perbalahan atau perselisihan kedua belah pihak tentang kadar maskahwin tersebut dan bila qadhi menentukannya maskahwin tersebut hendaklah dibayar tunai (tidak boleh berhutang).
3.      Bila suami menyetubuhi isterinya wajib dibayar maskahwin menurut kadar yang seimbang dengan taraf  isteri tersebut.


·         GUGUR SEPARUH MASKAWIN
         Apabila  berlaku talak sebelum persetubuhan maka gugurlah separuh maskahwin, firman Allah :
     Artinya :’’ Dan jika kamu menceraikan perempuan sebelum mensetubuhinya, sedangkan kamu telah menentukan maskahwinnya, maka bagi perempuan itu setengah dari apa yang kamu tentukan itu’’.
         Hal  ini berlaku sekiranya perceraian itu berpunca dari pihak suami seperti suami menjadi murtad, atau suami menganut Islam sedangkan isterinya  tidak dan sebagainya, tetapi jika penceraian itu berpunca dari pihak isteri, seperti suami menfasakhkan perkahwinan tersebut dengan sebab kecacatan yang ada pada isteri, maka maskahwin itu akan gugur semuanya.

·         MATI SUAMI ATAU ISTERI SEBELUM PERSETUBUHAN
         Jika  seorang suami meninggal dunia sebelum berlaku persetubuhan, pihak warithnya wajib membayar maskahwin sepenuhnya kepada janda  tersebut dan jika maskahwin itu belum ditentukan kadarnya, maka wajib dibayar dengan nilai mahar misil.
         Sebaliknya pula  jika seorang isteri meninggal dunia sebelum berlaku persetubuhan, pihak suami wajib membayar maskahwin sepenuhnya kepada wraith jandanya itu, jika maskahwin belum  dijelaskan lagi sebelum, sabda Rasulullah S.A.W.
         Artinya : Dari Al-Qamah katanya : Seorang perempuan telah berkahwin dengan seorang lelaki kemudian lelaki itu mati sebelum sampai mensetubuhi isterinya itu dan maskahwinnya pun belum ditentukan kadarnya, kata Al-Qamah: mereka mengadukan hal tersebut kepada Abdullah maka Abdullah berpendapat, perempuan itu berhak  mendapat pusaka dan wajib pula ia beriddah, maka ketika ini Ma’kil bin Sanan Al-Shakbi menjelaskan bahawa sesungguhnya nabi S.A.W.  telah memutuskan terhadap Buruq bte Wasiq seperti yang dibuat oleh Abdullah tadi.(Riwayat Al-Kamsah dan Sahih At-Tirmidzi)
·         AL-MUT’AAH
         Artinya Satu pemberian dari suami kepada isteri sewaktu ia menceraikannya.  Pemberian  ini wajib diberikan sekiranya perceraian itu berlaku dengan kehendak suami, bukan kemahuan isteri.
         Banyaknya pemberian ini adalah berdasarkan kepada persetujuan atau keredhaan kedua-dua belah pihak, di samping mempertimbangkan keadaan kedua-duanya, kaya atau miskin dan sebagainya tidak kurang dari separuh mahar.  Firman Allah:
        Artinya :Terangkan olehmu hati mereka dengan pemberian dan lepaskanlah mereka dengan cara yang baik.(Al-Ahzab : ayat 49)

·       HIKMAH MUNAKAHAT

Munakahat mempunyai beberapa hikmah, di antaranya sebagai berikut :

v   Untuk memelihara diri dari perbuatan zina.
Sebagaimana di ketahui, bahwa munakahat merupakan salah satu dasar pokok dalam mengatur tata pergaulan hidup di masyarakat. Manusia yang telah di beri oleh ALLAH berupa hawa nafsu untuk bergaul dengan lawan jenisnya, supaya pergaulan itu berlangsung secara wajar di atas garis-garis moralitas/kesusilaan yang membedakan kita dari sifat pergaulan binatang, maka dalam ajaran islam telah di tunjukkan jalan untuk melakukan munakahat atau melaksanakan puasa. Dalam hal ini Rasulullah saw bBersabda yang artinya :
‘’Hai para pemuda  : Barangsiapa yang telah memiliki kemampuan dan keinginan di antaramu untuk mengadakan perkawinan, maka hendaklahengkau kawin. Karena sesungguhnya perkawinan itu dapat menghalangi penglihatan terhadap orang yangtidak halal dilihatnya dan akan memeliharamu dari godaan nafsu syahwatmu. Dan barangsiapa di antaramu ada yang tidak atau belum memiliki kemampuan untuk kawin, maka hendaklah engkau berpuasa, karena dengan puasa itu akan mengurangi hawa nafsu syahwatmu terhadap perempuan.’’
v   Untuk mengembangkan keturunan.

Alam yang luas ini di ciptakan ALLAH SWT untuk manusia supaya diisi dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kemudian kepentingannya bukan hanya untuk keperluan sendiri melainkan untuk kesejahteraan umat, sejakdari garis hubungan keluarga yangterdekat sampai kepada seluruh isialam ini. Lagi pula supaya manfaat alam ini dapat dirasakan dan dinikmati, supaya alam ini tidak memberikan mudharat/malapetaka bagi manusia sendiri, maka kita harus mencari untuk mendapatkan manusia yang baik. Untuk mendapatkan manusia yang baik  atau dangan kata lain memperoleh keturunan yang baik adalah dengan jalan munakahat.
Dalam ajaran Islam sudah jelas di kemukakan, bahwa untuk memperoleh keturunan yang baik hendaklah munakahat itu didasarkan atas agama dan budi pekerti. Bukan karena mengharapkan harta kekayaan, kebangsawanan dan kecantikannya, meskipun ketiga hal tersebut memberikan pengaruh pula pada kerukunan munakahat.

v   Untuk menegakkan rumah tangga.

Sudah menjadi naluri manusia, bahwa setiap orang di dunia ini menginginkan hidup rukun dan damai dalam satu rumah tangga yang teratur antara laki-laki dan perempuan. Rumah tangga yang demikian tidak akan di peerolehnya kalau tidak melalui suatu ikatan munakahat, lebih-lebih lagi munakahat yang di dasarkan atas agama dan budi pekerti.

v   Untuk menggiatkan berbagai usaha di lapangan penghidupan.

Apabila antara seorang laki-laki telah terjalin suatu ikatan dengan seorang perempuan dalam suatu munakahat, maka untuk mencapai kelangsungan hidup berumah tangga hendaklah masing-masing suami-isteri dapat memperjuangkan hak dan kewajiban serta tanggung  jawabnya. Suami maupun isteri harus dapat manjaga keselamatan rumah tangganya, karena keselamatan dan kesejahteraan rumah tangga merupakan cermin bagi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu suami harus lebih giat berusaha mencari nafkah untuk kesejahteraan hidup rumah tangganya. Demikian pula isteri harus berusaha sesuai dengan batas-batas kemampuan untuk membantu suami dalam menegakkan rumah tangga, sehingga terlihat suatu rumah tangga yang harmonis, lagi mesra.

v   Untuk memelihara keturunan yang baik.

Melalui munakahat akan dapat di ketahui jalur / garis keturunan seseorang, sehingga hukum kekeluargaan yang berhubungan dengan hukum warisan kelak akan mudah di ketahui dan di tegakkan. Supaya keturunan yang kita peroleh itu sendiri dari keturunan yang baik pula, maka kita harus berusaha memelihara keturunan kita supaya tetap baik. Itulah sebabnya dalam munakahat kita harus memilih, apakah keturunan orang yang akan di kawini itu baik ataukah tidak baik. Dalam agama Islam, tegas di katakan , bahwa kita harus memilih keturunan yang baik, dalam hal mana laki-laki harus memilih perempuan yang shalih dan demikian pula perempuan harus memilih calon suami yang shaleh.
Firman Tuhan ;

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ    
Artinya : “Maka wanita yang shaleh ialah yang ta’at kepada ALLAH lagi memelihara dri di balik pembelakangan suaminya, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”

Di antara faedah dan hikmahnya ialah :
  1. Supaya manusia itu hidup berpasangan menjadi suami isteri yang sah bagi mengatur dan membangunkan rumahtangga dengan janji-janji setia (akad nikah) sehidup semati.
  2. Supaya perhubungan lelaki dan wanita akan lebih bermakna lagi di sisi Allah dengan ikatan dan pertalian yang kukuh di mana tidak mudah putus atau diputuskan.
  3. Membangunkan masyarakat dari asas-asas rumahtangga yang damai dan berdisiplin.
  4. Supaya umat manusia berkembang biak bagi meramaikan dan memakmurkan bumi Allah yang luas ini.
  5. Supaya dapat melahirkan keturunan bangsa manusia yang diakui sah serta kekal pula dalam masyarakat dan negara.
  6. Supaya dapat menumpukan perasaan mahabbah, kasih sayang, tanggungjawab seorang suami kepada isteri, seorang bapa kepada anaknya, seorang datuk kepada cucunya dan seterusnya dari sebuah masyarakat kepada negara.
  7. Perkahwinan membuka pintu rezeki serta nikmat hidup.
  8. Perkahwinan memelihara agama, kesopanan, kehormatan dan kesihatan.
  9. Menyempurnakan naluri manusia bagi mendapat kepuasan nafsu dan keinginan syahwat serta menjauhkan diri dari gangguan godaan maksiat dan kezalinan yang amat dilarang oleh agama.
·         WALI

Kedudukan Wali dalam munakahat adalah sebagai rukun, yang mau tidak mau harus ada pada setiap munakahat, paling tidak atas nama Wali (di wakilkan kepada seseorang berhubung wali yang sebenarnya tidak bisa hadir karena beberapa sebab).

v  Susunan Wali.

Yang dapat menjadi wali dari mempelai perempuan dengan susunan sebagai berikut:

§  Bapak.
§  Kakek / datuk.
§  Saudara laki-laki yang seibu-sebapak.
§  Saudara laki-laki yang sebapak.
§  Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu-sebapak.
§  Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak.
§  Paman dari pihak bapak.
§  Anak laki-laki dari paman yang dari pihak bapak.
§  Hakim (wali hakim).

v  Syarat-syarat Wali dan Saksi

Peranan wali dari saksi dalam munakahat sangat penting, karena akan dapat menentukan sah atau tidak sah nya munakahat. Oleh karena itu wali dan saksi memiliki tanggung jawabyang besar dalam munakahat, sehingga tidak semua orang dapat di terima sebagai wali dan saksi kecuali memilki syarat sebagai berikut :
§  Muslim.
§  Baligh (paling sedikit sudah berumur 15 tahun).
§  Berakal sehat.
§  Merdeka bukan hamba sahaya.
§  Laki-laki.
§  Berlaku adil.

·         PENGERTIAN WARISAN

Warisan adalah harta pusaka (harta peninggalan) yaitu harta benda dan hak yang di tinggalkan oleh orang yang meninggal dunia untuk di bagikan kepada ahli warisnya (orang yang berhak menerimanya).
·         HAL-HAL YANG PERLU DI UTAMAKAN DARI  WARISAN

Hal-hal yang perlu di utamakan dalam harta pusaka sebelum di bagi-bagikan kepada ahli waris adalah :

v  Mengeluarkan zakat.
v  Biaya mengurus mayat (penyelenggaraan jenazah) sampai selesai penyelenggaraannya.
v  Hutang piutang.
v  Menyelesaikan wasiat apabila dia berwasiat semasa hidupnya dengan ketentuan tidak lebih dari 1/3 harta pusakanya.


·         AHLI WARIS

v  Ahli waris artinya orang-orang yang berhak menerima harta pusaka dari seseorang yang telah meninggal dunia.
v  Jumlah ahli waris sebanyak 25 ororang dari yaitu 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.


§  Dari pihak laki-laki :

o   Anak laki-laki dari orang yang meninggal.
o   Cucu laki-laki.
o   Datuk dari pihak bapak.
o   Orang tua laki-laki.
o   Saudara laki-laki yang seibu-sebapak.
o   Saudara laki-laki yang sebapak.
o   Saudara laki-laki yang seibu.
o   Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu-sebapak.
o   Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak.
o   Paman dari pihak bapak yangseibu-sebapak.
o   Paman dari pihak bapak yang sebapak.
o   Anak laki-laki dari paman yang seibu-sebapak.
o   Anak laki-laki dari paman yang sebapak.
o   Suami.
o   Laki-laki yang memerdekakan mayat.

Dalam hal ahli waris dari pihak laki-laki jika ke-15 orang tersebut di atas kebetulan ada semuanya, maka yang berhak menerima harta pusaka dari orang yang meninggal dunia hanya 3 orang ahli waris yaitu bapak, anak laki-laki dan suami.

§  Dari pihak perempuan :

o    Anak perempuan.
o    Cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki).
o    Ibu.
o    Ibu dari bapak.
o    Ibu dari ibu sampai ke atas dari pihak ibu sebelum di seling oleh laki-laki.
o    Bibi (saudara perempuan) yang seibu-sebapak.
o    Bibi (saudara perempuan) yang sebapak.
o    Bibi (saudara perempuan) yangseibu.
o    Isteri.
o    Perempuan yang memerdekaakn mayat.

Perlu di ketahui, bahwa sekiranya dari jumlah 10 orang seperti tersebut di atas ada semuanya, maka yang berhak mewarisi harta pusaka sebanyak 5 orang saja, yaitu isteri, anak perempuan, ibu, cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki) dan bibi (saudara perempuan) yangseibu-sebapak.
Demikian pula jika dari ke-25 orang ahli waris tersebut di atas seluruhnya ada, maka yang berhak menerima harta pusaka ialah salah satu daripada suami-isteri, ibu dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan.







BAB III. PENUTUP


      
·         KESIMPULAN

A.    Kesimpulan


Munakahat merupakan jalan yang paling bermanfaat dan paling afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan, karena dengan munakahat inilah seseorang bisa terjaga dirinya dari hal yang diharamkan oleh Allah. Penghargaan Islam terhadap sebuah ikatan perkawinan sangat besar sekali, sampai-sampai ikatan tersebut ditetapkan sebanding dengan separuh Agama.
Munakahat merupakan perbuatan hukum, tujuan utama pengaturan hukum dalam perkawinan adalah upaya untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan rahmat serta menghindari potensi penzaliman antara satu pihak
dengan pihak lainnya.
Warisan adalah harta pusaka (harta peninggalan) yaitu harta benda dan hak yang di tinggalkan oleh orang yang meninggal dunia untuk di bagikan kepada ahli warisnya (orang yang berhak menerimanya).



B.     Saran

Untuk lebih memahami semua tentang Munakahat dan Waris, disarankan para pembaca mencari referensi lain yang berkaitan dengan materi pada makalah ini. Selain itu, diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari – hari dalam hal Munakahat dan Waris beserta penyusun yang ada di dalamnya.



C.    Kritikan

           Pembahasan makalah yang saya rangkumkan di atas memang banyak terdapat kejanggalan atau kesalahan,maka dari itu bila kurang di pahami pembahasan  tersebut, saya selaku penyusun mengharapkan supaya dapat memberikan  pertanyaannya.


DAFTAR PUSTAKA


Darajat Zakiah. 1982. ‘’Pendidikan Agama Islam’’Semarang,03,SLTP III. Jakarta : CV. Toha Putra

Al-Bukhari, (2000), Al-Hadis As-Syarif (diakses dari CD Al-hadis As-Syarif AlIhdar Al-Tsani, Global Islamic Software Company.
Al-Atsqalani, Ibnu Hajar (selanjutnya disebut Al-Atsqalani), 1985 “Bulughul Maram”, diterjemahkan A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram Beserta Keterangannya, Jilid II (Bangil; Perct. Persatuan)















































































































































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar