KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga
kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya
yang berjudul “MUNAKAHAT DAN WARISAN”
Makalah ini berisikan tentang
informasi Pengertian Munakahant dan Waris atau yang lebih khususnya membahas
definisi dan pembagian Munakahat dan Warisan, serta identifikasi dan hukumnya.
Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang Munakahat dan Warisan.
Saya menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih
kepada semua yang telah membaca dan menerima makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai semuanya.
Aamiin.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
BAB I.
PENDAHULUAN..........................................................................................................
·
LATAR
BELAKANG....................................................................................................
·
RUMUSAN
MASALAH................................................................................................
·
TUJUAN.........................................................................................................................
BAB II.
ANALISIS
PERMASALAHAN...................................................................................
A. PEMBAHASAN.............................................................................................................
·
PENGERTIAN
MUNAKAHAT ...................................................................................
·
RUKUN
MUNAKAHAT...............................................................................................
·
HUKUM
MUNAKAHAT..............................................................................................
·
MASKAWIN..................................................................................................................
·
HIKMAH
MUNAKAHAT............................................................................................
·
WALI..............................................................................................................................
·
PENGERTIAN
WARISAN.................................................................................................
·
HAL-HAL
PERLU DI UTAMAKAN DARI WARISAN..................................................
·
AHLI
WARIS.................................................................................................................
BAB III. PENUTUP....................................................................................................................
A. KESIMPULAN...............................................................................................................
B. SARAN............................................................................................................................
C. KRITIKAN......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
·
LATAR
BELAKANG
Munakahat adalah salah satu asas pokok hidup, terutama
dalam pergaulan atau
bermasyarakat yang sempurna, selain itu munakahat
juga merupakan suatu
pokok yang utama untuk menyusun masyarakat
kecil, yang nantinya akan menjadi
anggota dalam masyarakat yang besar. Munakahat
adalah bentuk yang paling sempurna dari kehidupan bersama.
Warisan adalah harta pusaka (harta peninggalan) yaitu
harta benda dan hak yang di tinggalkan oleh orang yang meninggal dunia untuk di
bagikan kepada ahli warisnya (orang yang berhak menerimanya).Ahli waris artinya
orang-orang yang berhak menerima harta pusaka dari seseorang yang telah
meninggal dunia.Jumlah ahli waris sebanyak 25 ororang dari yaitu 15 orang dari
pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.
·
RUMUSAN
MASALAH
Rumusan
masalah merupakan upaya menyatakan permasalahan-permasalahan
dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang
akan diselesaikan oleh penulis dalam
sebuah penelitian. Ada beberapa rumusan
masalah dari latar belakang tersebut yaitu:
1. Bagaimana tata cara munakahat dan tata cara warisan?
2. Apa sumber hukum yang terdapat dalam munakahat dan
warisan?
3. Penjelasan hadist tentang munakaht dan warisan?
·
TUJUAN
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini antara lain, yaitu:
1. sebagai bahan kajian para
mahasiswa mengenai Munakahat dan Warisan.
2. sebagai mencari berbagai cara
untuk membahas tentang Munakahat dan Warisan.
3. sebagai metode pengumpulan data
tentang Muankahat dan Warisan.
BAB II
ANALISIS PERMASALAHAN
A. PEMBAHASAN
·
PENGERTIAN
MUNAKAHAT
Munakahat adalah Akad nikah yang menghalalkan pergaulan
yang membatasi hak dan kewajiban daripada masing-masing jenis laki-laki dan
perempuan. Yang antara keduanya bukan muhrim.
Dari pengertian tersebut kita dapat mengetahui, bahwa
dalam munakahat itu harus ada akad nikah, di samping antara masing-masing jenis
(laki-laki dan perempuan) itu tidak mempunyai hubungan kekeluargaan, baik yang
di sebabkan karena keturunan, menyusui, dan sebab perkawinan. Denagan kata lain
kedua laki- laki dan wanita bukan muhrim.
Muhrim artinya Orang yang tidak boleh di kawini di
sebabkan garis keturunan, sepersusuan ataupun perkawinan, baik laki-laki maupun
perempuan.
v
Muhrim di sebabkan keturunan (genealogis)
§
Ibu dari ibunya (nenek) ibu dari bapak dan seterusnya
sampai ke atas.
§
Anak, cucu dan seterusnya sampai ke bawah.
§
Saudara perempuanbaik seibu-sebapak.
§
Saudara perempuan (bibi) dari bapak.
§
Saudara perempuan (bibi) dari ibu.
§
Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya.
§
Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya.
v Muhrim yang di sebabkan menyusui
§
Ibu dan bapak dari tempat menyusui
§
Saudara perempuan sepersusuan
v Muhrim yang di sebabkan perkawinan
§
Mertua (ibu dari pihak isteri)
§
Anak tiri
§
Menantu (isteri dari anak)
§
Isteri bapak (ibu)
·
RUKUN
MUNAKAHAT
v Calon isteri
v Calon suami
v Wali (dari pihak perempuan).
v Dua orang saksi.
v Shigat (ijab-qabul).
v Syarat-Syarat Calon Isteri
Bukan mahram dengan bakal suami.Bakal
isteri itu tentu orangnya, tidak sah perkahwinan kalau seorang bapa berkata:
“Saya nikahkan awak dengan salah seorang daripada anak-anak perempuan
saya”.Pendeknya mestilah ditentukan yang mana satu daripada anak-anaknya
itu.Bukan isteri orang dan bukan pula masih dalam iddah.Benar-benar yang ia
seorang perempuan – bukan khunsa.Dengan rela hatinya bukan dipaksa-paksa
kecuali bakal isteri itu masih gadis maka bapa atau datuk (bapa kepada bapa)
boleh memaksanya berkahwin.
v Syarat-Syarat Caalon Suami
Bukan mahram dengan bakal isteri.Dengan
pilihan hatinya sendiri, tidak sah berkahwin dengan cara paksa.Lelaki yang
tertentu, tidak sah perkahwinan kalau wali berkata kepada dua orang
lelaki : “Saya nikahkan anak perempuan saya Aminah dengan salah seorang
daripada kamu berdua.”Bakal suami mestilah tahu yang bakal isteri itu sah
berkahwin dengannya.Bakal suami itu bukan sedang dalam ilham.Bakal suami tidak
dalam keadaan beristeri empat.
v Syarat-Syarat Wali
Islam, orang yang tidak beragama Islam
tidak sah menjadi wali atau saksi.Firman Allah:Artinya : Wahai orang yang
beriman janganlah kamu ambil orang Yahudi dan orang Nasrani untuk menjadi
wali.(Surah Al-Maidah : Ayat 51)
- Baligh
- Beraka
- Merdeka
- Lelaki
Perempuan tidak boleh menjadi wali.Sabda
Rasulullah SAW :Artinya : Tidak harus perempuan mengkahwinkan perempuan dan
tidak perempuan mengkahwinkan dirinya sendiri, dan kami berkata: perempuan
yang mengkahwinkan dirinya sendiri adalah penzina.(Riwayat Al-Dar
Al-Qatni)Adil – tidak pasiq, sabda Rasulullah SAW :Artinya : Tidak sah
perkahwinan itu melainkan dengan wali yang adil.Tidak dalam ihram,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW:Artinya : Orang yang sedang berihram tidak
boleh berkahwin dan tidak boleh mengkahwinkan orang lain.(Riwayat
Muslim)Tidak cacat akal atau fikirannya samada kerana terlalu tua atau
lainnya.Tidak dari orang yang ditahan kuasanya dari membelanjakan hartanya
kerana bodoh atau terlalu boros.
v Syarat- Ijab Dan Qabul
·
.Syarat-syarat ijab :
Hendaklah dengan perkataan nikah atau
tazwij yang terang dan tepat.Lafaz ijab itu tidak mengandungi perkataan yang
menunjukkan perkahwinan itu terbatas waktnya.Dari wali sepertii katanya :
“Saya nikahkan awak dengan anak saya Fatimah dengan mas kahwin lima
ratus ringgit tunai / bertangguh”, atau pun dari wakil wali seperti katanya :
Saya nikahkan dikau dengan Fatimah binti Yusof yang telah berwakil wali
ayahnya kepada saya dengan mas kahwin sebanya lima ratus ringgit tanai /
bertangguh”.Tidak dengan lafaz ta’liq seperti kata wali : “Saya nikahkan
dikau dengan anak saya Fatimah sekiranya anak saya itu diceraikan dan selesai
iddahnya”.
·
Syarat-syarat Qabul :
Tidak berselang lama atau tidak diselangi
dengan perkataan-perkataan lain di antara ijab dan qabul. Ertinya di antara
ijab dan qabul tidak diselangi oleh sesuatu samada perkataan-perkataan yang
lain daripada ijab dan qabul atau diam yang lama, bukan diam untuk
bernafas.Diterima oleh calon suami seperti katanya : “Saya terima nikahnya
dengan mas kahwin sebanyak yang tersebut tunai / bertangguh”. Ataupun
wakilnya seperti katanya: “Saya terima nikahnya untuk Osman, (kalau calon
suami itu bernama Osman) dengan mas kahwin yang tersebut”.Lafaz qabul itu
tidak berta’liq.Lafaz qabul itu tidak mengandungi perkataan yang menunjukkan
nikah itu terbatas waktunya.Hendaklah disebut nama bakal itu atau ganti
namanya, seperti kata calon suami : “Saya terimalah nikah Fatimah atau
nikahnya”.Lafaz qabul itu sesuai dengan lafaz ijab.Hendaklah lafaz qabul itu
lafaz yang terang bukan sindiran.
·
Syarat-Syarat Saksi
:
Kedua saksi perkahwinan itu mestilah beragama Islam.
-Lelaki
-Berakal
-Baligh
-Merdeka
-Adil (tidak fasiq).
Melihat, tidak sah
menjadi saksi orang yang buta.Mendengar, tidak sah menjadi saksi orang yang
pekak.Kuat ingatan, maksudnya ingat apa yang didengar dan yang dilihat.Faham
dengan bahasa yang digunakan dalam ijab dan qabul.Bukan yang tertentu menjadi
wali seperti bapa atau saudara lelaki yang tunggal (tidak ada saudara lelaki
yang lain), ertinya : tidak sah perkahwinan sekiranya bapa atau saudara yang
tunggal itu mewakilkan kepada orang lain untuk mengakadkan perkahwinan itu
sedangkan mereka menjadi saksi dalam perkahwinan tersebut.
·
HUKUM
MUNAKAHAT
Hukum
munakahat terdiri dari beberapa macam, antara lain :
v
Jaiz
Jaiz artinya di perbolehkan dan inilah sebenarnya yang menjadi
dasar hukum munakahat.
v
Sunnat
Sunnat artinya apabila orang yang akan melakukan munakahat itu
telah mempunyai hasrat
sendiri untuk kawin, di samping
telah mempunyai bekal hidup untuk membiayai/ memberi nafkah secukupnya.
v
Wajib
Wajib artinya
bagi orang yang telah mempunyai bekal hidup untuk memberi nafkah yang
Cukup, di samping adanya
kekhawatiran berbuat maksia(zina).
v
Makruh
Makruh artinya bagi orang yang belum mempunyai kemampuan memberi
nafkah.
v
Haram
Haram artinya
apabila orang yang akan melakukan munakahat itu mempunyainiat buruk yaitu
menyakiti hati perempuan yang di kawininya itu.
Demikian macam-macam hukum munakahat yang
di jumpai dalam ajaran islam, yang harus di ketahui dan di laksanakan oleh
seluruh umatnya.
Selanjutnya mungkin timbul pertanyaan :
Mengapa sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, bahwa orang
laki-laki beristeri lebih dari satu ? Kalau demikain bolehlah seorang
perempuan itu bersuami lebih dari satu ? Dan apakah dalam ajaran islam
diperbolehkan munakahat campuran?
Jawabannya : Menurut ajaran islam bahwa
munakahat campuran dan perempuan yang bersuami lebih dari satu itu di larang
oleh ALLAH SWT, bahkan bagi seorang laki-laki yang beristerikan lebih dari
satu orang pun di kenakan persyaratan-persyaratan yang cukup berat untuk di
laksanakan. Ajaran Islam sangat berhati-hati dalam mengatur segi-segi
kehidupan manusia sehari-hari. Dalam ajaran Islam tidak ada larangan seorang
laki-laki beristerikan sampai batas empat orang. Akan tetapi untuk
melaksanakn hal itu harus dapat memenuhi syarat-syarat yaitu bisa berlaku
seadil-adil nya dalam mengatur kebutuhan tiap-tiap isteri, sebagaimana Firman
ALLAH SWT yang berbunyi :
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي
الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ
وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا
فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ
Artinya ‘’ Dan jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bila kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua,
tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang sajaatau budak-budak yang kamu miliki.....’’ (An-Nisa’ :3)
·
MASKAWIN
v Pengertian Maskawin(Al-Mahar)
Maskahwin ialah : pemberian yang wajib
diberi oleh suami kepada isterinya dengan sebab perkahwinan.Sebagaimana
firman Allah:
Artinya :Berikanlah kepada orang-orang perempuan itu maskahwin mereka
S.A.W.:
Sabda Rasulullah SAW :
Artinya : Carilah untuk dijadikan maskahwin walaupun sebentuk cincin yang
dibuat daripada besi.(Riwayat Al-Bukhari Muslim)Dari hadist tersebut nyatalah
bahawa maskahwin boleh dijadikan daripada apa sahaja, asalkan sesuatu yang
berguna dan berfaedah,samada berupa wang, barang atau sesuatu yang
bermanfaat,Sebagaimana Rasulullah pernah mengkahwinkan seorang lelaki yang
tidak ada memiliki sesuatu apa pun untuk dijadikan maskahwin, lalu Rasulullah
bertanya kepada lelaki itu
"adakah pada engkau sedikit dari ayat-ayat Quran," lelaki itu
menyahut bahawa dia ada mengingati beberapa surat, kemudian Rasulullah pun
mengkahwinkan lelaki itu dengan bermaskahwinkan surat yang diajarkan kepada
perempuan yang bakal menjadi isteri lelaki itu.
Maskahwin ini tidak dihadkan oleh syarak banyak atau sedikit.Jadi untuk
menentukan banyak atau sedikitnya maskahwin ini terpulanglah kepada
persetujuan kedua belah pihak pengantin dan biasanya mengikuti taraf atau
darjat pengantin tersebut, walau bagaimanapun pihak syarak tidak mengalakkan
maskahwin yang terlalu tinggi yang menyebabkan kesukaran bagi pihak lelaki,
sebagaimana sabda Rasulullah S.A.W.:
Artinya : Sebaik-baik maskahwin ialah yang lebih rendah.
Hadis tersebut menunjukkan bahawa disunatkan maskahwinkan itu rendah
nilainya, supaya tidak menjadi keberatan kepada lelaki untuk mencarinya,
walaupun begitu, bukanlah bermaksud rendah sehingga sampai menjatuhkan taraf
wanita.
·
Bahagian Mahar
v Mahar Misil
Mahar Misil ialah mahar yang dinilai
mengikut maskahwin saudara-saudara perempuan yang telah berkahwin lebih
dahulu dan hendaklah dinilai sama dengan maskahwin keluarga yang paling dekat
sekali, seperti kakak, emak saudara dan seterusnya di samping menilai keadaan
perempuan itu sendiri dari segi kecantikan, kekayaan, pelajaran dan
sebagainya.
v Mahar Musamma
Mahar Musamma ialah maskahwin yang telah ditetapkan
dan telah dipersetujui oleh kedua-dua belah pihak dengan tidak memandang
kepada nilai maskahwin saudara-saudara perempuan itu.
·
HUKUM MENYEBUT MASKAWIN DI WAKTU AKAD
v Sunat
Sunat, karena Rasulullah sendiri tidak pernah meninggalkan dari menyebutnya
di masa akad bila menikahkan orang lain. Dengan menyebutnya di
masa akad, dapat mengelakkan dari berlaku perselisihan berhubung
dengannya, juga dapat membezakan di antara perkahwinan biasa dengan
perkahwinan seorang perempuan yang menghebahkan dirinya kepada
Rasulullah tanpa mahar.
Sekiranya
mahar tersebut tidak dinyatakan di masa akad bukanlah bererti akad
perkahwinan itu tidak sah tetapi makruh jika tidak disebut.
v Wajib
Wajib disebut mahar di waktu akad dalam keadaan yang berikut :
1. Jika bakal isteri itu seorang yang masih
budak kecil, gila, atau bodoh, sedangkan bakal suami ingin membayar mahar
yang lebih tinggi dari mahar yang sepatutnya (mahar misil).
2. Jika bakal isteri yang sudah baligh,
bijak dan boleh menguruskan diri sendiri dan telah membenarkan wali untuk
mengkahwinkannya, tetapi ia tidak menyerahkan kepada walinya untuk
menetapkan maskahwinnya.
3. Jika bakal suami itu seorang
yang tidak boleh menguruskan hal dirinya sendiri, seperti ia masih budak, gila atau bodoh dan sebelum akad
telah mendapat persetujuan dari bakal isteri tersebut tentang bayaran
maskahwin kurang dari mahar yang sepatutnya, oleh yang demikian maskahwin
wajib dinyatakan sebagaimana yang dipersetujui.
Maksud wajib di sini bukanlah bererti perkahwinan
itu tidak sah, tetapi perbuatan itu dianggap berdosa dan maskahwin
dibayar mengikut kadar yang sepatunya (mahar Misil).
·
WAJIB MASKAWIN
Maskawin wajib
dibayar mengikut sebagaimana yang tersebut di dalam akad, Jika dinyatakan
di masa akad, maskahwin wajib juga dibayar dengan keadaan yang berikut :
1. Bila suami menetapkan yang ia akan
membayarnya sebelum dukhul (setubuh) dan dipersetujui oleh pihak
isteri. Oleh yang demikian, isteri berhak menghalang suami dari mensetubuhinya
sehingga suami tersebut menentukan kadar maskahwin yang akan diberinya,
samada dengan secara tunai atau berhutang. Jika dijanjikan tunai maka
pihak isteri berhak menghalang suami tersebut dari mensetubuhinya sehingga
dijelaskan maskahwin itu.
2. Bila penetapan maskahwin itu dibuat oleh
qadhi dengan sebab keingkaran pihak suami dari membuat ketetapan atau dengan
senan perbalahan atau perselisihan kedua belah pihak tentang kadar maskahwin
tersebut dan bila qadhi menentukannya maskahwin tersebut hendaklah dibayar
tunai (tidak boleh berhutang).
3. Bila suami menyetubuhi isterinya wajib
dibayar maskahwin menurut kadar yang seimbang dengan taraf isteri
tersebut.
·
GUGUR SEPARUH MASKAWIN
Apabila berlaku
talak sebelum persetubuhan maka gugurlah separuh maskahwin, firman Allah :
Artinya :’’ Dan
jika kamu menceraikan perempuan sebelum mensetubuhinya, sedangkan kamu telah
menentukan maskahwinnya, maka bagi perempuan itu setengah dari apa yang kamu
tentukan itu’’.
Hal ini berlaku
sekiranya perceraian itu berpunca dari pihak suami seperti suami menjadi
murtad, atau suami menganut Islam sedangkan isterinya tidak dan
sebagainya, tetapi jika penceraian itu berpunca dari pihak isteri, seperti
suami menfasakhkan perkahwinan tersebut dengan sebab kecacatan yang ada pada
isteri, maka maskahwin itu akan gugur semuanya.
·
MATI SUAMI ATAU ISTERI SEBELUM PERSETUBUHAN
Jika seorang suami
meninggal dunia sebelum berlaku persetubuhan, pihak warithnya wajib membayar maskahwin
sepenuhnya kepada janda tersebut dan jika maskahwin itu belum
ditentukan kadarnya, maka wajib dibayar dengan nilai mahar misil.
Sebaliknya pula
jika seorang isteri meninggal dunia sebelum berlaku persetubuhan, pihak suami
wajib membayar maskahwin sepenuhnya kepada wraith jandanya itu, jika
maskahwin belum dijelaskan lagi sebelum, sabda Rasulullah S.A.W.
Artinya : Dari
Al-Qamah katanya : Seorang perempuan telah berkahwin dengan seorang lelaki
kemudian lelaki itu mati sebelum sampai mensetubuhi isterinya itu dan
maskahwinnya pun belum ditentukan kadarnya, kata Al-Qamah: mereka mengadukan
hal tersebut kepada Abdullah maka Abdullah berpendapat, perempuan itu
berhak mendapat pusaka dan wajib pula ia beriddah, maka ketika ini
Ma’kil bin Sanan Al-Shakbi menjelaskan bahawa sesungguhnya nabi S.A.W.
telah memutuskan terhadap Buruq bte Wasiq seperti yang dibuat oleh Abdullah
tadi.(Riwayat Al-Kamsah dan Sahih At-Tirmidzi)
·
AL-MUT’AAH
Artinya Satu pemberian
dari suami kepada isteri sewaktu ia menceraikannya. Pemberian ini
wajib diberikan sekiranya perceraian itu berlaku dengan kehendak suami, bukan
kemahuan isteri.
Banyaknya pemberian ini
adalah berdasarkan kepada persetujuan atau keredhaan kedua-dua belah pihak,
di samping mempertimbangkan keadaan kedua-duanya, kaya atau miskin dan
sebagainya tidak kurang dari separuh mahar. Firman Allah:
Artinya :Terangkan
olehmu hati mereka dengan pemberian dan lepaskanlah mereka dengan cara yang
baik.(Al-Ahzab : ayat 49)
· HIKMAH MUNAKAHAT
Munakahat mempunyai beberapa hikmah, di antaranya sebagai berikut :
v Untuk memelihara diri dari perbuatan
zina.
Sebagaimana di ketahui, bahwa munakahat
merupakan salah satu dasar pokok dalam mengatur tata pergaulan hidup di
masyarakat. Manusia yang telah di beri oleh ALLAH berupa hawa nafsu untuk
bergaul dengan lawan jenisnya, supaya pergaulan itu berlangsung secara wajar
di atas garis-garis moralitas/kesusilaan yang membedakan kita dari sifat
pergaulan binatang, maka dalam ajaran islam telah di tunjukkan jalan untuk
melakukan munakahat atau melaksanakan puasa. Dalam hal ini Rasulullah saw bBersabda
yang artinya :
‘’Hai para pemuda : Barangsiapa yang telah memiliki kemampuan
dan keinginan di antaramu untuk mengadakan perkawinan, maka hendaklahengkau
kawin. Karena sesungguhnya perkawinan itu dapat menghalangi penglihatan
terhadap orang yangtidak halal dilihatnya dan akan memeliharamu dari godaan
nafsu syahwatmu. Dan barangsiapa di antaramu ada yang tidak atau belum
memiliki kemampuan untuk kawin, maka hendaklah engkau berpuasa, karena dengan
puasa itu akan mengurangi hawa nafsu syahwatmu terhadap perempuan.’’
v Untuk mengembangkan keturunan.
Alam yang luas ini di ciptakan ALLAH SWT untuk manusia supaya diisi dan
dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kemudian kepentingannya bukan hanya untuk
keperluan sendiri melainkan untuk kesejahteraan umat, sejakdari garis
hubungan keluarga yangterdekat sampai kepada seluruh isialam ini. Lagi pula
supaya manfaat alam ini dapat dirasakan dan dinikmati, supaya alam ini tidak
memberikan mudharat/malapetaka bagi manusia sendiri, maka kita harus mencari
untuk mendapatkan manusia yang baik. Untuk mendapatkan manusia yang baik atau dangan kata lain memperoleh keturunan
yang baik adalah dengan jalan munakahat.
Dalam ajaran Islam sudah jelas di kemukakan, bahwa untuk memperoleh
keturunan yang baik hendaklah munakahat itu didasarkan atas agama dan budi
pekerti. Bukan karena mengharapkan harta kekayaan, kebangsawanan dan
kecantikannya, meskipun ketiga hal tersebut memberikan pengaruh pula pada
kerukunan munakahat.
v Untuk menegakkan rumah tangga.
Sudah menjadi naluri manusia, bahwa setiap orang di dunia ini
menginginkan hidup rukun dan damai dalam satu rumah tangga yang teratur
antara laki-laki dan perempuan. Rumah tangga yang demikian tidak akan di
peerolehnya kalau tidak melalui suatu ikatan munakahat, lebih-lebih lagi
munakahat yang di dasarkan atas agama dan budi pekerti.
v Untuk menggiatkan berbagai usaha di
lapangan penghidupan.
Apabila antara seorang laki-laki telah terjalin suatu ikatan dengan
seorang perempuan dalam suatu munakahat, maka untuk mencapai kelangsungan
hidup berumah tangga hendaklah masing-masing suami-isteri dapat
memperjuangkan hak dan kewajiban serta tanggung jawabnya. Suami maupun isteri harus dapat
manjaga keselamatan rumah tangganya, karena keselamatan dan kesejahteraan
rumah tangga merupakan cermin bagi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu suami harus lebih giat berusaha mencari nafkah untuk
kesejahteraan hidup rumah tangganya. Demikian pula isteri harus berusaha
sesuai dengan batas-batas kemampuan untuk membantu suami dalam menegakkan
rumah tangga, sehingga terlihat suatu rumah tangga yang harmonis, lagi mesra.
v Untuk memelihara keturunan yang baik.
Melalui munakahat akan dapat di ketahui jalur / garis keturunan
seseorang, sehingga hukum kekeluargaan yang berhubungan dengan hukum warisan
kelak akan mudah di ketahui dan di tegakkan. Supaya keturunan yang kita
peroleh itu sendiri dari keturunan yang baik pula, maka kita harus berusaha
memelihara keturunan kita supaya tetap baik. Itulah sebabnya dalam munakahat
kita harus memilih, apakah keturunan orang yang akan di kawini itu baik
ataukah tidak baik. Dalam agama Islam, tegas di katakan , bahwa kita harus
memilih keturunan yang baik, dalam hal mana laki-laki harus memilih perempuan
yang shalih dan demikian pula perempuan harus memilih calon suami yang
shaleh.
Firman Tuhan ;
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ
لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ
Artinya : “Maka wanita yang shaleh ialah
yang ta’at kepada ALLAH lagi memelihara dri di balik pembelakangan suaminya,
oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”
Di antara faedah dan hikmahnya ialah :
·
WALI
Kedudukan Wali dalam munakahat adalah sebagai rukun, yang mau tidak mau
harus ada pada setiap munakahat, paling tidak atas nama Wali (di wakilkan
kepada seseorang berhubung wali yang sebenarnya tidak bisa hadir karena beberapa
sebab).
v Susunan Wali.
Yang dapat menjadi wali dari mempelai perempuan dengan susunan sebagai
berikut:
§
Bapak.
§
Kakek / datuk.
§
Saudara laki-laki yang seibu-sebapak.
§
Saudara laki-laki yang sebapak.
§
Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu-sebapak.
§
Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak.
§
Paman dari pihak bapak.
§
Anak laki-laki dari paman yang dari pihak bapak.
§
Hakim (wali hakim).
v Syarat-syarat Wali dan Saksi
Peranan wali dari saksi dalam munakahat sangat penting, karena akan dapat
menentukan sah atau tidak sah nya munakahat. Oleh karena itu wali dan saksi
memiliki tanggung jawabyang besar dalam munakahat, sehingga tidak semua orang
dapat di terima sebagai wali dan saksi kecuali memilki syarat sebagai berikut
:
§
Muslim.
§
Baligh (paling sedikit sudah berumur 15 tahun).
§
Berakal sehat.
§
Merdeka bukan hamba sahaya.
§
Laki-laki.
§
Berlaku adil.
·
PENGERTIAN WARISAN
Warisan adalah harta pusaka (harta
peninggalan) yaitu harta benda dan hak yang di tinggalkan oleh orang yang
meninggal dunia untuk di bagikan kepada ahli warisnya (orang yang berhak
menerimanya).
·
HAL-HAL YANG PERLU DI UTAMAKAN DARI WARISAN
Hal-hal yang perlu di utamakan dalam harta pusaka sebelum di bagi-bagikan
kepada ahli waris adalah :
v
Mengeluarkan zakat.
v
Biaya mengurus mayat (penyelenggaraan jenazah)
sampai selesai penyelenggaraannya.
v
Hutang piutang.
v
Menyelesaikan wasiat apabila dia berwasiat semasa
hidupnya dengan ketentuan tidak lebih dari 1/3 harta pusakanya.
·
AHLI WARIS
v Ahli waris artinya orang-orang yang berhak
menerima harta pusaka dari seseorang yang telah meninggal dunia.
v Jumlah ahli waris sebanyak 25 ororang
dari yaitu 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.
§ Dari pihak laki-laki :
o
Anak laki-laki dari orang yang meninggal.
o
Cucu laki-laki.
o
Datuk dari pihak bapak.
o
Orang tua laki-laki.
o
Saudara laki-laki yang seibu-sebapak.
o
Saudara laki-laki yang sebapak.
o
Saudara laki-laki yang seibu.
o
Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang
seibu-sebapak.
o
Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak.
o
Paman dari pihak bapak yangseibu-sebapak.
o
Paman dari pihak bapak yang sebapak.
o
Anak laki-laki dari paman yang seibu-sebapak.
o
Anak laki-laki dari paman yang sebapak.
o
Suami.
o
Laki-laki yang memerdekakan mayat.
Dalam hal ahli waris dari pihak laki-laki jika ke-15 orang tersebut di
atas kebetulan ada semuanya, maka yang berhak menerima harta pusaka dari
orang yang meninggal dunia hanya 3 orang ahli waris yaitu bapak, anak
laki-laki dan suami.
§ Dari pihak perempuan :
o
Anak perempuan.
o
Cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki).
o
Ibu.
o
Ibu dari bapak.
o
Ibu dari ibu sampai ke atas dari pihak ibu sebelum
di seling oleh laki-laki.
o
Bibi (saudara perempuan) yang seibu-sebapak.
o
Bibi (saudara perempuan) yang sebapak.
o
Bibi (saudara perempuan) yangseibu.
o
Isteri.
o
Perempuan yang memerdekaakn mayat.
Perlu di ketahui, bahwa sekiranya dari
jumlah 10 orang seperti tersebut di atas ada semuanya, maka yang berhak
mewarisi harta pusaka sebanyak 5 orang saja, yaitu isteri, anak perempuan,
ibu, cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki) dan bibi (saudara perempuan)
yangseibu-sebapak.
Demikian pula jika dari ke-25 orang ahli
waris tersebut di atas seluruhnya ada, maka yang berhak menerima harta pusaka
ialah salah satu daripada suami-isteri, ibu dan bapak, anak laki-laki dan
anak perempuan.
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Munakahat merupakan jalan yang paling bermanfaat dan
paling afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga
kehormatan, karena dengan munakahat inilah seseorang bisa terjaga dirinya
dari hal yang diharamkan oleh Allah. Penghargaan Islam terhadap sebuah ikatan
perkawinan sangat besar sekali, sampai-sampai ikatan tersebut ditetapkan
sebanding dengan separuh Agama.
Munakahat
merupakan perbuatan hukum, tujuan utama pengaturan hukum dalam perkawinan
adalah upaya untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan rahmat serta menghindari
potensi penzaliman antara satu pihak
dengan pihak lainnya.
Warisan adalah harta pusaka (harta
peninggalan) yaitu harta benda dan hak yang di tinggalkan oleh orang yang
meninggal dunia untuk di bagikan kepada ahli warisnya (orang yang berhak
menerimanya).
B. Saran
Untuk
lebih memahami semua tentang Munakahat dan Waris, disarankan para pembaca
mencari referensi lain yang berkaitan dengan materi pada makalah ini. Selain
itu, diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari – hari dalam hal Munakahat dan
Waris beserta penyusun yang ada di dalamnya.
C. Kritikan
Pembahasan
makalah yang saya rangkumkan di atas memang banyak terdapat kejanggalan atau
kesalahan,maka dari itu bila kurang di pahami pembahasan tersebut, saya selaku penyusun mengharapkan
supaya dapat memberikan pertanyaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Darajat Zakiah. 1982. ‘’Pendidikan
Agama Islam’’Semarang,03,SLTP III. Jakarta : CV. Toha Putra
Al-Bukhari,
(2000), Al-Hadis As-Syarif (diakses dari CD Al-hadis As-Syarif AlIhdar
Al-Tsani, Global Islamic Software Company.
Al-Atsqalani,
Ibnu Hajar (selanjutnya disebut Al-Atsqalani), 1985 “Bulughul Maram”,
diterjemahkan A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram Beserta Keterangannya, Jilid
II (Bangil; Perct. Persatuan)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar