Rabu, 05 November 2014

MODEL JARINGAN 7 OSI LAYER

MODEL JARINGAN 7 OSI LAYER

   Model Open Systems Interconnection (OSI) diciptakan oleh International Organization for Standardization (ISO) yang menyediakan kerangka logika terstruktur bagaimana proses komunikasi data berinteraksi melalui jaringan. Standard ini dikembangkan untuk industri komputer agar komputer dapat berkomunikasi pada jaringan yang berbeda secara efisien.

Model Layer OSI

   Terdapat 7 layer pada model OSI. Setiap layer bertanggungjawwab secara khusus pada proses komunikasi data. Misal, satu layer bertanggungjawab untuk membentuk koneksi antar perangkat, sementara layer lainnya bertanggungjawab untuk mengoreksi terjadinya “error” selama proses transfer data berlangsung.

   Model Layer OSI dibagi dalam dua group: “upper layer” dan “lower layer”. “Upper layer” fokus pada applikasi pengguna dan bagaimana file direpresentasikan di komputer. Untuk Network Engineer, bagian utama yang menjadi perhatiannya adalah pada “lower layer”. Lower layer adalah intisari komunikasi data melalui jaringan aktual.

   “Open” dalam OSI adalah untuk menyatakan model jaringan yang melakukan interkoneksi tanpa memandang perangkat keras/ “hardware” yang digunakan, sepanjang software komunikasi sesuai dengan standard. Hal ini secara tidak langsung menimbulkan “modularity” (dapat dibongkar pasang).“Modularity” mengacu pada pertukaran protokol di level tertentu tanpa mempengaruhi atau merusak hubungan atau fungsi dari level lainnya.

   Dalam sebuah layer, protokol saling dipertukarkan, dan memungkinkan komunikasi terus berlangsung. Pertukaran ini berlangsung didasarkan pada perangkat keras “hardware” dari vendor yang berbeda dan bermacam‐macam alasan atau keinginan yang berbeda. Berikut diilustrasi dari modularity



   Gambar diatas mencontohkan Jasa Antar/Kurir yang akan mengantar kiriman paket.“Modularity” pada level transportasi menyatakan bahwa tidak penting, bagaimana cara paket sampai ke pesawat.   Paket untuk sampai di pesawat, dapat dikirim melalui truk atau kapal.Masing‐masing cara tersebut, pengirim tetap mengirimkan dan berharap paket tersebut sampai di Toronto. Pesawat terbang membawa paket ke Toronto tanpa memperhatikan bagaimana paket tersebut sampai di pesawat itu.

7 Layer OSI

Model OSI terdiri dari 7 layer :

1. Application
2. Presentation
3. Session
4. Transport
5. Network
6. Data Link
7. Physical


   Apa yang dilakukan oleh 7 layer OSI ?



   Ketika data ditransfer melalui jaringan, sebelumnya data tersebut harus melewati ke‐tujuh layer dari satu terminal, mulai dari layer aplikasi sampai physical layer, kemudian di sisi penerima, data tersebut melewati layer physical sampai aplikasi. Pada saat data melewati satu layer dari sisi pengirim, maka akan ditambahkan satu “header” sedangkan pada sisi penerima “header” dicopot sesuai dengan layernya.

   Model OSI

   Tujuan utama penggunaan model OSI adalah untuk membantu desainer jaringan memahami fungsi dari tiap‐tiap layer yang berhubungan dengan aliran komunikasi data. Termasuk jenis-jenis protokol jaringan dan metode transmisi.

   Model dibagi menjadi 7 layer, dengan karakteristik dan fungsinya masing‐masing. Tiap layer harus dapat berkomunikasi dengan layer di atasnya maupun dibawahnya secara langsung melalui serentetan protokol dan standard



Minggu, 02 November 2014

Nilai dan Norma


 Nilai Dan Norma

A.  Nilai Sosial

Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Woods mendefinisikan nilai sosial sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Contoh, masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan karena dalam persaingan akan muncul pembaharuan-pembaharuan. Sementara pada masyarakat tradisional lebih cenderung menghindari persaingan karena dalam persaingan akan mengganggu keharmonisan dan tradisi yang turun-temurun.
Drs. Suparto mengemukakan bahwa nilai-nilai sosial memiliki fungsi umum dalam masyarakat. Di antaranya nilai-nilai dapat menyumbangkan seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku. Selain itu, nilai sosial juga berfungsi sebagai penentu terakhir bagi manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial. Nilai sosial dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai dengan peranannya. Contohnya ketika menghadapi konflik, biasanya keputusan akan diambil berdasarkan pertimbangan nilai sosial yang lebih tinggi. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan anggota kelompok masyarakat. Dengan nilai tertentu anggota kelompok akan merasa sebagai satu kesatuan. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat pengawas (kontrol) perilaku manusia dengan daya tekan dan daya mengikat tertentu agar orang berprilaku sesuai dengan nilai yang dianutnya.

B. Ciri-Ciri :

Ciri nilai sosial di antaranya sebagai berikut.
Merupakan konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi antarwarga masyarakat.
Disebarkan di antara warga masyarakat (bukan bawaan lahir).
Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar)
Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia.
Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain.
Dapat memengaruhi pengembangan diri sosial
Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat.
Cenderung berkaitan satu sama lain.

C. Fungsi Nilai

Secara garis besar nilai mempunyai beberapa fungsi yaitu :
Sebagai petunjuk arah dan pemersatu
Sebagai pelindung
Sebagai pendorong

D. Macam-Macam Nilai

Berdasarkan cirinya, nilao sosial dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu nilai yang mendarah daging dan nilai dominan.
Nilai yang mendarah daging
Yaitu nilai yang telah menjadi gaya hidup kebiasaan. Orang tidak perlu berfikir panjang lagi ketika akan mewujudkannya. Orang yang melanggar nilai tersebut akan merasa malu dan bahkan sangat menyesal. Contoh : seseorang ayah atau ibu akan berjuang mati-matian menyelamat kan putra-putri nya yang terkurung api manakala terjadi kebakaran hebat dirumahnya.
Nilai Dominan
Yaitu nilai yang dianggap lebih penting dari pada nilai-nilai yang lain. Hal ini nampak pada saat seseorang dihadapkan pada beberapa alternatif tindakan yang harus diambil.
Ukuran ominan tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut :
Banyaknya orang yang menganut nilai tersebut.
Nilai tersebut sudah dihayati dalam jangka waktu yang lama.
Usaha orang untuk memberlakukan dan mempertahankan nilai itu tinggi.
Orang-orang merasa bangga menerapkan nilai tersebut dalam masyarakat, misalnya karena nilai tersebut mengandung prestise tertentu.

E. Pengertian Norma

Penjelasan tentang hubungan anatara nilai dan norma kiranya bisa memberi gambaran bagi kita tentang pengertian norma.
Secara singkat kita bisa mengatakan bahwa norma adalah kaidah atau aturan yang disepakati danmemberi pedoman bagi prilaku para anggotanya dalam mewujudkan sesuatu yang dianggap baik dan diinginkan.

F. Macam-Macam Norma dan Sangsinya

Kita dapat menjelaskan norma dalam masyarakat berdasarkan dua hal berikut : berdasarkan sumber dan berdasarkan daya mengikatnya. Bedasarkan sumber norma dapat dibagi menjadi : norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum.
1. Berdasrkan sumber/asal-usulnya
1. Agama adalah Petunjuk hidup yang berasal dari Tuhan yang disampaikan melalui utusannya (Rasul/Nabi) yang berisi perintah, larangan, atau anjuran-anjuran.
Contohnya :
-  Bersembahyang sesuai dengan tempatnya
-  Tidak berjudi
-  Suka beramal dan lain-lain
Sanksi :
Tidak langsung karena akan diperoleh setelah meninggal dunia (pahala atau dosa).
1. Kesusilaan adalah Aturan yang datang atau bersumber dari hati nurani manusia tentang baik buruknya suatu perbuatan.
Contohnya :
- Berlaku jujur
- Bertindak adil
- Menghargai orang lain
Sanki :
Tidak tegas, karena hanya diri sendiri yang merasakan ( merasa bersalah, menyesal, malu )
1. Norma Kesopanan adalah Peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan segolongan manusia di dalam masyarakat dan dianggap sebagai tuntutan pergaulan sehari-hari masyarakat itu.
Contohnya :
- Menghormati orang yang lebih tua
-Tidak berkata kasar
-Menerima denan tangan kanan
-Tidak boleh meludah disembarang tempat
Sanki :
Tidak tegas, tapi dapat diberikan oleh masyarakat berupa celaan, cemohaan, atau dikucilkan dari pergaulan.
1. Hukum adalah Pedoman hidup yang dibuat dan dipaksakan oleh lembaga politik suatu masyarakat (negara)
Contohnya :
-Harus tertib
-Harus sesuai prosedur
-Dilarang mencuri dan merampok
Sanki :
Tegas, nyata serta mengikat dan bersifat memaksa.
1. 2. Partisipasi Politik

Telah diuraikan di muka bahwa politik merupakan arena untuk memperjuangkan kepentingan. Dan dalam konteks yang luas, anggota masyarakat dalam wilayah tertentu bersepakat bahwa untuk mewujudkan tujuan bersama, mereka perlu membentuk suatu asosiasi bersama yang bernama negara. Negara sebagai suatu organisasi, merupakan satu sistem politik yang menyangkut proses penentuan dan pelaksanaan tujuan bersama. Untuk mencapai tujuan tersebut, setiap insan politikharus dapat mewujudakan aktivitasnya yang berkaitan dengan warga negara pribadi. Aktivitas tersebut ditunjukan untuk ikut mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.
Berbagai tindakan anggota masyarakat yang dilakukan dalam kaitan politik merupakan bentuk partisipasi politik. Menurut Huntington, partisipasi politik hanya sebagai kegiatan warga negara pribadi yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.
Berbagai bentuk partisipasi politik tersebut dapat dilihat dari berbagai kegiatan warga negara yang mencangkup hal-hal berikut :
1. Terbentuknya organisasi-organisasi politik maupun organisasi masyarakat sebagai dari kegiatan sosial, sekaligus sebagai penyalur aspirasi rakyat yang ikut menentukan kebijakan negara.
2. Lahirnya Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai kontrol sosial maupun pemberi input terhadap kebijakan pemerintah.
3. Pelaksanaan pemilu yang memberi kesempatan kepada warga negara untuk dipilih atau memilih.
4. Munculnya kelompok-kelompok konteporer y ang memberi warna pada sistem input dan output kepada pemerintah.

B. Ciri-Ciri Masyarakat Politik

1. Pengertian Masyarakat
Manusia selamanya hidup dalam kelompok. Hidup bersama atau hidup bermasyarakat adalah sedemikian penting bagi manusia, sehingga sikap bersama tidak dapat dipisahkan untuk selamanya.
1. Koentjaraningrat
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
1. Harold J. Laski
Bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang hidup bersama dan bekerja sama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Dengan kata lain masyarakat dapat dikatakan mencangkup semua hubungan dan kelompok dalam suatu wilayah.
1. Masyarakat Politik
Masyarakat Politik adalah masyarakat yang bertempat tinggal di dalam suatu wilayah tertentu dengan aktivitas tertentu yang berhubungan dengan bagaimana cara-cara memperoleh kekuasaan, usaha-usaha mempertahankan kekuasaan, menggunakan kekuasaan, wewenang, dan bagaimana menghambat penggunaan kekuasaan, pengadilan kekuasaan dan sebagainya.
Jenis-Jenis Kelompok Kepentingan anatara lain :
1. Kelompok Anomik
Kelompok ini terbentuk dari unsur-unsur masyarakat secara spontan dan seketika akibat suatu isu kebijakan pemerintah, agama, politik dan sebagainya. Karena tidak memiliki nilai-nilai dan norma yang mengatur .
1. Kelompok Non-Asosiasional
Kelompok ini berasal dari unsur keluarga dan keturunan atau etnik, regional, status dan kelas yang menyatakan kepentingannya berdasarkan situasi.
1. Kelompok Institusi
Kelompok ini bersifat formal dan memiliki fungsi-fungsi politik atau sosial. Mereka dapat menyatakan kepentingan sendiri maupun mewakili kelompok lain dalam masyarakat.
1. Kelompok Asosiasional
Kelompok ini menyatakan kepentingan secara khusus, memakai tenaga profesional dan memiliki prosedur yang teratur untuk merumuskan kepentingan dan tuntutan.


Manusia dan keadilan
   

Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstream yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Lain lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintah. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilaman warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap oarang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.

MAKNA KEADILAN

Berbicara tentang keadilan, Anda tentu ingat akan dasar negara kita ialah Pancasila. Sila kelima Pancasila berbunyi: “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menulis sebagai beriku “keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur”.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni:
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
4. Sikap suka kerja keras.
5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk menciptakan kemajuan dan kesejahteraan bersama.

MACAM-MACAM KEADILAN

Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan kemakmuran merupakan subtansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil, setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (The man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutkan keadilan legal.
Keadilan Distributif
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama dilakukan secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally).
Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memekihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.

PENGERTIAN KEJUJURAN 

Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedangkan kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-banar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dilakukan harus sama dengan perbuatannya. 

HAKEKAT KEJUJURAN 

Pada hakekatnya kejujuran atau jujur dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa. Adapun kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri berhadapan dengan hal baik buruk. Kejujuran bersangkutan erat dengan masalah nuran. Menurut M.Alamsyah dalam bukunya Budi Nurani, filsafat berfikir, yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan dalam meneropong kebenaran lokal maupun kebenaran Illahi (M.Alamsyah.1986:83). 

PENGERTIAN KECURANGAN

Kecurangan atau curang identik dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan dari kata jujur. 
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan adar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. 

SEBAB-SEBAB MELAKUKAN KECURANGAN 

Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada empat aspek yaitu: 

Aspek Ekonomi
Aspek Kebudayaan
Aspek Peradaban
Aspek Teknik
Apabila keempat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan.

MACAM-MACAM PERHITUNGAN DAN PEMBALASAN 

Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa
perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, dan tingkah laku yang seimbang. Pembalasan Frontal dengan melakukan serangan langsung seperti kata-kata kasar bahkan perlawanan fisik Perhitungan di muka hukum dengan menaaati peraturan bersaing dimuka hukum antara yang dilaporkan dan pihak pelapor. 

PENGERTIAN NAMA BAIK 

Nama baik adalah tujuan orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang / tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. 
Ada pribahasa berbunyi “Dari pada berputih mata lebih baik berputih tulang” artinya orang lebih baik mati dari pada malu. Betapa besar nilai baik itu sehingga nyawa menjadi taruhannya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak baik adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatannya itu, antara lain cara berbahasa, bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan lain sebagainya. 
Tingkah laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia, yaitu: 

1. Manusia menurut sifat dasarnya adalah makhluk moral
2. Ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.

PEMULIHAN NAMA BAIK 

Pada hakekatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya, bahwa apa yang diperbuatnya yidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak. Ahlak berasal dari bahasa Arab akhlaq bentuk jamak dari khuluq dan dari akar kata ahlaq yang berarti penciptaan. Oleh karena itu, tingkah laku dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan penciptanya sebagai manusia. Untuk itu, orang harus bertingkah laku dan berbuat sesuai dengan ahlak yang baik. 

PENGERTIAN PEMBALASAN 

Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain, reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertaqwa kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari pentah Tuhan pun diberikan pembalasan dan pembalasan yang diberikanpun pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan dineraka. 

PENYEBAB PEMBALASAN 

Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan mennimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. 
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral dan sosial. Dalam bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia lain. 

CONTOH PEMBALASAN 

Sesorang pengedar dan pemakai Narkoba, jika ia tertangkap oleh pikah yang berwajib (polisi), maka ia akan mendapatkan hukuman atau sanksi yang setimpal dengan apa yang ia perbuat. 

STUDY KASUS

Dalam pancasila juga telah disebutkan bahwa “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, namun kenyataannya apa sekarang bangsa kita telah mengamalkan sila tersebut? Mungkin sebagian orang ada yang sudah mengamalkannya, dan ada pula sebagian orang yang belum atau tidak mengamalkannya.
Sudah jelas seluruh rakyat Indonesia mendapatkan keadilan, tapi kenapa keadilan hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang “diatas” saja, mengapa orang-orang yang hidupnya lebih dari kekurangan tidak dapat merasakan keadilan.
Banyak yang bilang, keadilan, kemakmuran, kesejahteraan hanya milik orang-orang yang berduit dan berkuasa, mereka tidak melihat keadaan disekitar meraka. Mereka hanya mementingkan diri mereka sendiri. Sementara si A sibuk dengan menghambur-hamburkan uang juta rupiah sedangkan si B sibuk mencari botol plastik untuk menyambung hidupnya, apakah itu yang dinamakan adil?
Mereka butuh perhatian lebih, bukan semata-mata hanya karena uang saja. Mereka butuh kehidupan yang layak seperti kebanyakan orang, memiliki rumah sendiri, bisa memenuhi kebutuhannya sehari-hari, mendapatkan pendidikan yang cukup. Ini bukan salah si A atau si B, tapi ini menuntut kita untuk memiliki rasa keadilan dan kepedulian yang tinggi untuk mengurangi beban meraka.

OPINI 

Keadilan memang harus dimiliki dalam diri suatu bangsa, tidak hanya bangsanya saja yang bersikap adil tetapi juga pelakunya. Keadilan adalah dambaan setiap orang, ingin diperlakukan adil sebagaimana yang lainnya, tidak ada kata pembedaan-bedaan. Indonesia termasuk negara yang memiliki berbagai jenis kebudayaan, ras, agama, dll. Namun semua itu diperlakukan secara adil, tidak ada yang pilih kasih. Mau dia orang kaya raya, mapan, berkelebihan atau dia orang yang memiliki kekurangan semua diperlakukan adil. Jika keadilan ini terwujud semestinya, maka ketertiban dan kedamaian aka menjadi balasan atas apa yang kita perbuat. 

Manusia dan pandangan hidup

Setiap manusia mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup itu bersifat kodrati karena ia menentukan masa depan seseorang. Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya. Dengan demikian pandangan hidup itu bukanlah timbul seketika atau dalam waktu yang singkat saja, melainkan melalui proses waktu yang lama dan terus menerus, sehingga hasil pemikiran itu dapat diuji kenyataannya. Hasil pemikiran itu dapat diterima oleh akal, sehingga diakui kebenarannya. Atas dasar itu manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk yang disebut pandangan hidup. Pandangan hidup berdasarkan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam :
1. Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya
2. Pandangan hidup yang berupa ideology yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada suatu Negara
3. Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.
Apabila pandangan hidup itu diterima oleh sekelompok orang sebagai pendukung suatu organisasi, maka panandangan hidup itu disebut ideology. Pandangan hidup pada dasarnya mempunyai unsure-unsur yaitu : cita-cita, kebajikan, usaha, keyakinan/kepercayaan. CIta-cita ialah apa yang diinginkan yang mungkin dapat dicapai dengan usaha atau perjuangan. Tujuan yang hendak dicapai ialah kebajikan, yaitu segala hal yang baik yang membuat manusia makmur, bahagia, damai, tentram. Usaha atau perjuangan adalah kerja keras yang dilandasi keyakinan/kepercayaan. Keyakinan/kepercayaan diukur dengan kemampuan akal, kemampuan jasmana, dan kepercayaan kepada Tuhan.

Kebajikan

Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yagn sesuai dengan norma-norma agama dan etika. Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik, mahluk bermoral. Atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik.. Sebagai mahluk pribadi, manuda dapat menentukan sendiri apa yang baik dan apa yang buruk. Baik dan buruk itu ditentukan oleh suara hati. Suara hati adalah semacam bisikan didalam hati yang mendesak seseorang, untuk menimbang dan menentukan baik buruknya suatu perbuatan, tindakan atau tingkah laku. Jadi suara hati dapat merupakan hakin untuk diri sendiri.
Suara hati selalu memilik yang baik, sebab itu ia selalu mendesak orang untuk berbuat yang baik bagi dirinya. Oleh karena itu, kalau seseorang berbuat sesuatu sesuai dengan bisikan hatinya, maka orang tersebut perbuatannya pasti baik. Jadi berbuat dan bertindak menurut suara hati, maka tindakan itu adalah baik. Jadi baik atau buruk itu dilihat menurut suara hati sendiri. Meskipun demikian harus dinilai dan diukur menurut suatu atau pendapat umum. Jadi kebajikan adalah perbuatan yang sesuai dengan suara hati kita, suara hati masyarakat dan hukum Tuhan. Kebajikan manusia nyata dan dapat dirasakan dalam tingkah lakunya, karena tingkah laku bersumber pada pandangan hidup, maka setiap orang memiliki tingkah laku sendiri-sendiri, sehingga tingkah laku setiap orang berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku seseorang adalah: factor pembawaan, factor lingkungan dan pengalaman.

Usaha/perjuangan

Usaha /perjuangan adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Kerja keras itu dapat dilakukan dengan otak/ilmu maupun denan tenaga/jasmani, atau dengan kedua-duanya. Kerja keras pada dasarnya menghargai dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Untuk bekerja keras manusia dibatasi oleh kemampuan, karena kemampuan terbatas timbul perbedaan tingkat kemakmuran antara manusia satu dan manusia lainnya, keyakinan/kepercayaan.
Keyakinan/kepercayaan yang menjadi dasar pandangan hidup berasal dari akal atau kekuasaan Tuhan. Menurut Prof.Dr.Harun Nasution, ada 3 aliran filsafat yaitu aliran naturalisme; hidup manusia itu dihubungkan dengan kekuatan gaib yang merupakan kekuatan tertinggi. Kekuatan gaib itu dari nature, dan itu dari Tuhan. Tetapi yang tidak percaya pada Tuhan, nature itulah yang tertinggi. Aliran naturalisme berisikan spekulasi mungkin ada Tuhan mungkin juga tidak ada aliran intelektualisme; dasar aliran ini adalah logika/akal. Manusia mengutamakan akal. Dengan akal manusia berpikir, mana yang benar menurut akal itulah yang baik, walaupun bertentangan dengan kekuatan hati nurani. Manusia yakin bahwa dengan kekuatan piker (akal) kebajikan itu dapat dicapai dengan sukses. Dengan akal diciptakan teknologi, teknologi adalah alat Bantu mencapai kebajikan yang maksimal, walaupun mungkin teknologi memberi akibat yang bertentangan dengan akal. Apabila aliran ini dihubungkan dengan pandangan hidup, maka keyakinan manusia itu bermula dari akal. Jadi pandangan hidup ini dilandasi oleh keyakinan kebenaran yang diterima akal.Benar menurut akal itulah yang baik. Manusia yakin bahwa kebajikan hanya dapat diperoleh dengan akal (ilmu dan teknologi). Pandangan hidup ini disebut liberalisme. Kebebasan akal menimbulkan kebebasan bertingkah laku dan berbuat, walaupun tingkah laku dan perbuatannya itu bertentangan dengan hati nurani. Kebebasan akal lebih ditekankan pada setiap individu. Karena itu individu yang berakal (berilmu dan berteknologi) dapat menguasai individu yang berpikir rendah (bodoh) aliran gabungan. Dasar aliran ini idalah kekuatan gaib dan juga akal. Kekuatan gaib artinya kekuatan yang berasal dari Tuhan, percaya adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan. Sedangkan akal adalah dasar kebudayaan, yang menentukan benar tidaknya sesuatu. Segala sesuatu dinilai dengan akal, baik sebagai logika berpikir maupun sebagai rasa (hati nurani). Jadi apa yang benar menurut logika berpikir juga dapat diterima oleh hati nurani. Apabial aliran ini dihubungkan dengan pandangan hidup, maka akan timbil dua kemungkinan pandangan hidup. Apabila keyakinan lebih berat didasarkan pada logika berpikir, sedangkan hati nurani dinomorduakan, kekuatan gaib dari Tuhan diakui adanya tetapi tidak menentukan, dan logika berpikir tidak ditekankan pada logika berpikir individu, melainkan logika berpikir kolektif (masyarakat), pandangan hidup ini disebut sosialisme. Apabila dasar keyakinan itu kekuatan gaib dari Tuhan dan akal, kedua-duanya mendasari keyakinan secara berimbang, akan dalam arti baik sebagia logika berpikir maupun sebagai daya rasa (hati nurani), logika berpikir baik secara individual maupun secara kolektif panangan hidup ini disebut sosialisme-religius. Kebajikan yang dikehendaki adalah kebajikan menurut logika berpikir dan dapat diterima oleh hati nurani, semuanya itu berkat karunia Tuhan.
KEADILAN

keadilan adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara dua ujung ekstream yang terlalu banyak dan terlalu sedikit.

KEADILAN SOSIAL

seperti pancasila yang bermaksud keadilan sosial adalah langkah yang menetukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur.
setiap manusia berhak untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya sesuai dengan kebijakannya masing-masing.

Berbagai Macam Keadilan :

1.Keadilan Legal atau Keadilan Moral
2.Keadilan Distributif
3.Keadilan Komulatif

Kejujuran

jujur artinya apa yang dia katakan sesuai dengan hati nuraninya dengan kenyataan yang ada. Sedangkan kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti bersih hatinya dari perbuatan – perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum.

Kecurangan

Kecurangan ini idientik dengan ketidak jujuran dan sama pula dengan halnya licik, meskipun tidak mirip 100%.
Kecurang atau curang memiliki arti apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya atau dari hatinya orang itu berniat curang dan tidak memiliki rasa kejujuran di dalam dirinya.
Kecurangan ini dapat menyebabkan orang serakah, tak mau peduli dengan orang lain dan gak mau tau dengan sesama.

Pemulihan nama baik

ada pribahas ynag mengatakan ” dari pada berputih mata lebih baik berputih tulang ” artinnya orang lebih baik mati dari pada malu. Betapa besarnya nilai nama itu sehingga nywa menjadi taruhannya. Setiap orang tua selalu berpesan kepada anak-anaknya ” jaga baiklah nama keluarga mu!”
pada hakekatnya pemulihan nama baik ini adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya. bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak.

Pembalasan

pembalasan merupakan suatu reaksi ats perbuatan yang kita lakukan terhadap orang lain. reaksi tersebut dapat berupa yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
pembalasan oleh adanya pergaulan. pergaulan yang bersahabat mendapatkan balasan yang bersahabat. pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulkan pembalasan yang tidak bersahabat pula.
pada dasrnya manusia adlah makhluk moral dan makhluk sosial. Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu.

Perkawinan

1) Pengertian Perkawinan

Maksud perkawinan ialah akad yang menghalalkan di antara lelaki dengan perempuan hidup bersama dan menetapkan tiap-tiap pihak daripada mereka hak-hak dan tanggungjawab.Dalam erti kata lain, suatu akad yang menghalalkan persetubuhan dengansebab perkataan yang mengandungi lafaz nikah, perkahwinan dan sebagainya.

Di dalam Al-Quran terdapat banyak ayat-ayat yang menyebut mengenai pensyariatan perkawinan dianjurkan secara langsung atau tidak langsung kepada manusia sesuai dengan tuntutan fitrah semulajadinya.

Berikut dinyatakan beberapa ayat Al-Quran Al-Karim mengenai perkawinan dan tujuan-tujuan disyariatkannya

Allah berfirman dalam surah An-Nisaa’ ayat 3, ertinya :

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (bilah menikah) anak-anak yatim, maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat.Tetapi, jika kamu takut tidak dapatberlaku adil, maka seorang sajalah, atau hamba sahaya yang kamu miliki.Yang demikian itulah yang lebih memungkinkan kamu terhindar dari berlaku sewenang-wenangnya.”

Dari ayat tersebut di atas, dapat diambil penjelasan bahawa seorang lelaki disuruh oleh Allah Taala untuk berkahwin jika berkemampuan, sehingga kepada empat orang isteri dengan cara berlaku adil terhadap mereka sepertimana yang ditentukan oleh syarak.Sebaliknya jika bimbang tidak dapat berlaku adil maka berkahwinlah dengan seorang sahaja.

Allah berfirman, ertinya :
“Wahai manusia ! Bertaqwalah kamu kepada Tuhanmu, yang telah menjadikan kamu dari satu diri, dan daripadanya dijadikanNya serta dari keduanya Dia memperkembang biakkan lelaki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang kamu telah bertanya tentang namaNya yang peliharalah keluargamu. Sesungguhnya Allah Pengawas atas kamu.”

Di antara hadis Rasulullah SAW yang menerangkan mengenai perkahwinan adalah sebagaimana berikut – ertinya :

“Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud katanya, Rasulullah SAW bersabda kepada kamu:  Wahai kumpulan anak-anak muda ! Barangsiapa di antara kamu yang mampu berkahwin hendaklah berkahwin. Kerana sesungguhnya perkahwinan itu menutup pandangan dan memelihara kemaluan. Tetapi barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah dia berpuasa sebab yang demikian itu akan menahan nafsunya.”
Dijelaskan dalan hadis di atas bahawa  Rasulullah SAW memerintahkan umatnya yang mempunyai kemampuan dan keupayaan  supaya berkawin, kerana perkawinan merupakan tuntutan syariat dan sunnah Nabi SAW.  Antara faedah yang ketara di sini ialah  seseorang itu dapat  menjauhkan diri dari perkara negatif atau perbuatan keji yang dilarang oleh Allah Taala seperti berbuat zina dan sebagainya.  Sekiranya seseorang itu tidak mampu berkahwin hendaklah dia berpuasa itu dapat mengekang nafsu syahwat.

Memandangkan kelengkapan ajaran Islam dalam menjamin kesejahteraan rumahtangga, keturunan dan keselamatan umat, maka syariat Islam telah mengadakan beberapa peraturan hukum perkahwinan agar manusia tidak akan tergelincir ke dalam kerosakan dan kehancuran kerana sudah menjadi fardhu ain terhadap orang Islam dan mengaku dirinya Islam wajib mempelajari hukum-hukum Allah termasuk hukum nikah cerai dan rujuk.

Perkawinan hendaklah diasaskan kepada beberapa factor penting untuk menjamin kebahagiaan antaranya ialah :

1. Perkawinan diasaskan dengan rasa taqwa kepada Allah.  Tanpa taqwa, dikhuatiri perkahwinan itu tidak akan mencapai kepada matlamatnya, tambahan pula berkahwin itu juga merupakan ibadat dan sunnah.
2. Perkawinan hendaklah juga diasaskan kepada rasa Al Mawaddah dan Ar Rahman.  Tanpa dua perkara ini perkahwinan akan hancur dan tinggallah cita-cita sahaja.
3. Sesebuah rumah tangga juga perlu diasaskan kepada dasar hidup bersama secara yang baik dan diredhai Allah SWT.  Maka itulah yang biasa disebut Al Mu’assarah Bi Al Maaruf.
4. Perkawinan juga berasaskan kepada amanah dan tanggungjawab bukannya kehendak nafsu semata-mata.  Suatu amanah hendaklah ditunaikan dengan sebaik-baiknya, sementara tanggungjawab dilaksanakan dengan jujur dan ikhlas hati.

2)Hikmah Perkawinan
Setiap ciptaan Allah SWT mempunyai faedah dan hikmahnya yang tersendiri.Faedah dan hikmah tersebut boleh dilihat dan difikir oleh akal manusia, hanya Allah Taala sahaja yang mengetahuinya.Begitulah juga dengan perkawinan, mempunyai faedah dan seterusnya kepada masyarakat Islam.

Di antara faedah dan hikmahnya ialah :-
1. Supaya manusia itu hidup berpasangan menjadi suami isteri yang sah bagi mengatur dan membangunkan rumahtangga dengan janji-janji setia (akad nikah) sehidup semati.
2. Supaya perhubungan lelaki dan wanita akan lebih bermakna lagi di sisi Allah dengan ikatan dan pertalian yang kukuh di mana tidak mudah putus atau diputuskan.
3. Membangunkan masyarakat dari asas-asas rumahtangga yang damai dan berdisiplin.
4. Supaya umat manusia berkembang biak bagi meramaikan dan memakmurkan bumi Allah yang luas ini.
5. Supaya dapat melahirkan keturunan bangsa manusia yang diakui sah serta kekal pula dalam masyarakat dan negara.
6. Supaya dapat menumpukan perasaan mahabbah, kasih sayang, tanggungjawab seorang suami kepada isteri, seorang bapa kepada anaknya, seorang datuk kepada cucunya dan seterusnya dari sebuah masyarakat kepada negara.
7. Perkawinan membuka pintu rezeki serta nikmat hidup.
8. Perkawinan memelihara agama, kesopanan, kehormatan dan kesihatan.
9. Menyempurnakan naluri manusia bagi mendapat kepuasan nafsu dan keinginan syahwat serta menjauhkan diri dari gangguan godaan maksiat dan kezalinan yang amat dilarang oleh agama.
Pendek kata perkahwinan adalah peraturan dari Allah Taala yang diturunkan untuk kebaikan seluruh masyarakat manusia bagi mencapai kebahagiaan umat dengan baik dan sempurna. Jika keadaan rumahtangga itu kucar kacir dan tidak kukuh, maka keadaan umat itu juga turut lemah dan sengsara akhirnya.

3) Hukum-Hukum Perkawinan

Hukum asal suatu perkawinan adalah harus sahaja tetapi dalam pada itu berkemungkinan boleh berubah menjadi wajib, sunat, haram dan makruh di mana sesuai dengan keadaan seseorang yang akan menempuh perkahwinan.
Huraiannya adalah seperti berikut :-

1. Perkawinan yang wajib.
Orang yang diwajibkan berkahwin ialah orang yang sanggup untuk berkahwin, sedang ia khuatir terhadap dirinya akan melakukan perbuatan zina.
2. Perkawinan yang sunat
Orang yang disunatkan berkahwin ialah orang yang mempunyai kesanggupan untuk berkahwin dan sanggup memelihara diri dari kemungkinan melakukan perbuatan yang terlarang.
3. Perkawinan yang haram
Orang yang diharamkan berkahwin ialah orang yang mempunyai kesanggupan untuk berkahwin tetapi kalau ia berkahwin diduga akan menimbulkan kemudharatan terhadap pihak yang lain seperti orang gila, orang yang suka membunuh atau mempunyai sifat-sifat yang dapat membahayakan pihak yang lain dan sebagainya.
4. Perkawinan yang makruh
Orang yang makruh hukumnya berkawin ialah orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk berkahwin (dibolehkan melakukan perkahwinan) tetapi ia dikhuatiri tidak dapat mencapai tujuan perkahwinan.Oleh itu dianjurkan sebaliknya ia tidak melakukan perkahwinan.

Demikian huraian hukum-hukum perkahwinan yang boleh dijadikan panduan dan juga pengajaran yang baik kepada sesiapa yang hendak berkawin.


Rukun Nikah

Calon isteri. (perempuan)
Calon suami. (lelaki)
Wali.
Dua orang saksi.
Akad ijab dan qabul.

Syarat-Syarat Calon Isteri
Bukan mahram dengan bakal suami.
Bakal isteri itu tentu orangnya, tidak sah perkahwinan kalau seorang bapa berkata: “Saya nikahkan awak dengan salah seorang daripada anak-anak perempuan saya”.Pendeknya mestilah ditentukan yang mana satu daripada anak-anaknya itu.
Bukan isteri orang dan bukan pula masih dalam iddah.
Benar-benar yang ia seorang perempuan – bukan khunsa.
Dengan rela hatinya bukan dipaksa-paksa kecuali bakal isteri itu masih gadis maka bapa atau datuk (bapa kepada bapa) boleh memaksanya berkawin.

Syarat-Syarat Caalon Suami

Bukan mahram dengan bakal isteri.
Dengan pilihan hatinya sendiri, tidak sah berkahwin dengan cara paksa.
Lelaki yang tertentu, tidak sah perkahwinan kalau wali berkata kepada dua  orang lelaki : “Saya nikahkan anak perempuan saya Aminah dengan salah seorang daripada kamu berdua.”
Bakal suami mestilah tahu yang bakal isteri itu sah berkahwin dengannya.
Bakal suami itu bukan sedang dalam ilham.
Bakal suami tidak dalam keadaan beristeri empat.
Syarat-Syarat Wali
Islam, orang yang tidak beragama Islam tidak sah menjadi wali atau saksi.Firman Allah:
Ertinya : Wahai orang yang beriman janganlah kamu ambil orang Yahudi dan orang Nasrani untuk menjadi wali.
(Surah Al-Maidah : Ayat 51)
Baligh
Berakal
Merdeka
Lelaki, perempuan tidak boleh menjadi wali.Sabda Rasulullah SAW :
Ertinya : Tidak harus perempuan mengkahwinkan perempuan dan tidak perempuan mengkawinkan dirinya sendiri, dan kami berkata: perempuan yang mengkawinkan dirinya sendiri adalah penzina.
(Riwayat Al-Dar Al-Qatni)
Adil – tidak pasiq, sabda Rasulullah SAW :
Ertinya : Tidak sah perkahwinan itu melainkan dengan wali yang adil.
Tidak dalam ihram, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Ertinya : Orang yang sedang berihram tidak boleh berkawin dan tidak boleh mengkawinkan orang lain.
(Riwayat Muslim)
Tidak cacat akal atau fikirannya samada kerana terlalu tua atau lainnya.
Tidak dari orang yang ditahan kuasanya dari membelanjakan hartanya kerana bodoh atau terlalu boros.

4) Syarat- Ijab Dan Qabul

a.Syarat-syarat ijab :
Hendaklah dengan perkataan nikah atau tazwij yang terang dan tepat.
Lafaz ijab itu tidak mengandungi perkataan yang menunjukkan perkahwinan itu terbatas waktnya.
Dari wali sepertii katanya : “Saya nikahkan awak dengan anak saya Fatimah  dengan mas kahwin lima ratus ringgit tunai / bertangguh”, atau pun dari wakil wali seperti katanya : Saya nikahkan dikau dengan Fatimah binti Yusof yang telah berwakil wali ayahnya kepada saya dengan mas kahwin sebanya lima ratus ringgit tanai / bertangguh”.
Tidak dengan lafaz ta’liq seperti kata wali : “Saya nikahkan dikau dengan anak saya Fatimah sekiranya anak saya itu diceraikan dan selesai iddahnya”.

b.Syarat-syarat Qabul :
Tidak berselang lama atau tidak diselangi dengan perkataan-perkataan lain di antara ijab dan qabul. Ertinya di antara ijab dan qabul tidak diselangi oleh sesuatu samada perkataan-perkataan yang lain daripada ijab dan qabul atau diam yang lama, bukan diam untuk bernafas.
Diterima oleh calon suami seperti katanya : “Saya terima nikahnya dengan mas kahwin sebanyak yang tersebut tunai / bertangguh”. Ataupun wakilnya seperti katanya: “Saya terima nikahnya untuk Osman, (kalau calon suami itu bernama Osman) dengan mas kahwin yang tersebut”.
Lafaz qabul itu tidak berta’liq.
Lafaz qabul itu tidak mengandungi perkataan yang menunjukkan nikah itu terbatas waktunya.
Hendaklah disebut nama bakal itu atau ganti namanya, seperti kata calon suami : “Saya terimalah nikah Fatimah atau nikahnya”.
Lafaz qabul itu sesuai dengan lafaz ijab.
Hendaklah lafaz qabul itu lafaz yang terang bukan sindiran.

5) Syarat-Syarat Saksi
Kedua saksi perkahwinan itu mestilah beragama Islam.
Lelaki
Berakal
Baligh
Merdeka
Adil (tidak fasiq).
Melihat, tidak sah menjadi saksi orang yang buta.
Mendengar, tidak sah menjadi saksi orang yang pekak.
Kuat ingatan, maksudnya ingat apa yang didengar dan yang dilihat.
Faham dengan bahasa yang digunakan dalam ijab dan qabul.
Bukan yang tertentu menjadi wali seperti bapa atau saudara lelaki yang tunggal (tidak ada saudara lelaki yang lain), ertinya : tidak sah perkahwinan sekiranya bapa atau saudara yang tunggal itu mewakilkan kepada orang lain untuk mengakadkan perkahwinan itu sedangkan mereka menjadi saksi dalam perkahwinan tersebut.

6) Susunan Wali
Bapa
Datuk sebelah bapa hingga ke atas
Saudara seibu sebapa
Saudara sebapa
Anak saudara lelaki seibu sebapa hingga ke bawah.
Anak saudara lelaki sebapa hingga ke bawah
Bapa saudara seibu sebapa hingga ke atas.
Bapa saudara sebapa hingga ke atas.
Anak bapa saudara seibu sebapa (sepupu) hingga ke bawah.
Anak bapa saudara sebapa (sepupu) hingga ke bawah.
Kemudian hakim (Sultan) termasuklah orang-orang yang dilantik oleh Sultan seperti Kadhi atau naib Kadhi.
Di dalam susunan wali tersebut, wali yang paling hampir kepada perempuan digelar dengan wali aqrabdan yang terjauh digelar dengan wali ab’adh.
Untuk menjadi wali perkahwinan itu mestilah didahulukan yang lebih aqrab kemudian kalau tidak ada yang lebih aqrab baharulah yang selepas dan begitulah seterusnya.
7) Wali Hakim
Hakim mempunyai kuasa untuk menjadi wali dalam satu-satu perkahwinan di masa yang tertentu seperti berikut :
Ketika tidak ada wali yang tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah Salallahu Aalihi Wassallam :
Ertinya :
Sultan menjadi wali bagi mereka yang tidak ada wali.
Wali enggann mengahwinkannya walaupun wali mujbir (bapa atau datuk) sekiranya keengganan itu kurang dari tiga kali, tetapi jika keengganan itu lebih dari tiga kali maka wali yang lebih jauh darinya berhak menjadi wali sebagaimana dalam susunan wali.
Sebagai contoh wali yang enggan menikahkan yaitu : perempuan yang baligh, berakal memohon kepada wali supaya mengahwinkan dengan seorang lelaki yang setaraf dengannya sedangkan wali bapa atau datuk mahukan seorang yang lain yang setaraf juga. Bentuk yang demikian tidaklah dianggap wali itu enggan atau ingkar, kerana wali itu lebih matang daripada perempuan itu dari segi perhatian dan pandangan untuk kepentingan atau kebahagiaan perempuan tersebut.
Wali berada di tempat yang jauh sekadar perjalanan yang mengharuskan qasar sembahyang iaitu kira-kira enam puluh batu dan tidak ada pula wali yang sedarjat dengan wali yang jauh itu di tempat perempuan yang akan dikahwinkan itu.
Wali sedang di dalam ihram dan tidak ada wali yang lain yang sedarjat yang tidak di dalam ihram.
Wali itu sendiri berkahwin dengan sempurna itu, seperti anak bapa saudara yang ketika sepatutnya beliau menjadi wali, tetapi oleh kerana beliau inginkan perempuan itu untuk menjadi isterinya dan tidak ada wali yang lain yan sedarjat dengannya maka ketika itu hakimlah yang menjadi wali.
Hakim menjadi wali untuk mengahwinkan perempuan yang sudah baligh tetapi gila, sekiranya perlu dikahwinkan dan tidak ada wali yang mujbar (bapa atau datuk).
Wali di dalam tahanan dan tidak boleh dihubungi sama sekali.
Wali bersembunyi.
Wali ghaib dan tidak diketahui hidup atau mati atau di mana ia tinggal.
8) WALI MUJBIR
Sebelum ini telah dinyatakan susunan wali, di dalam susunan wali tersebut terdapat dua golongan iaitu :
Wali mujbir :iaitu bapa dan datuk (bapa kepada bapa)sekiranya bapa sudah tidak ada, kedua-dua ini berhak mengkahwinkan perempuan yang masih gadis (anak dara) tanpa meminta keizinan daripada gadis tersebut lbih dahulu dengan syarat-syarat yang akan diterangkan kemudian. Walau bagaimanapun kedua-duanya disunatkan meminta keizinan gadis itu terlebih dahulu, sabda Rasulullah SAW.
Ertinya : Janda lebih berhak ke atas dirinya dan anak dara dikahwinkan dia oleh bapanya.
Bukan Mujbir iaitu : wali perkahwinan bagi yang bukan anak dara atau yang berkahwin itu anak dara tetapi bukan wali bapa atau datuk.Dalam keadaan ng begini wali tidak boleh mengkhwinkan tanpa meminta keizinan terlebih dahulu,kerana sabda Rasulullah SAW.
Ertinya : Janganlah kamu kahwinlah janda sehingga kamu meminta keizinan mereka terlebih dahulu.
(Riwayat At-Tarmidzi)
Oleh sebab seorang janda sudah mengetahui maksud atau tujuan perkahwinan sebab itulah tidak boleh dipaksa dengan tidak mendapat keizinan.
9) Syarat-Syarat Sah Bapa Atau Datuk Mengkahwinkan Anak Dara Tanpa Keizinannya
Tidak ada permusuhan di antara calon isteri dengan walinya.
Tidak ada permusuhan di antara calon isteri dengan bakal suami.
Kufu’ atau setaraf di antara bakal suami dengan calon isteri.
Bakal suami sanggup membayar mas kahwin dengan tunai.
Keempat-empat syarat tersebut adalah menjadi syarat bagi sahnya perkahwinan itu.
Selain dari syarat-syarat tersebut di tambah dengan syarat-syarat lain seperti berikut:
Hendaklah mas kahwin yang setanding (mahar misil).
Kahwin itu hendaklah dari wang yang digunakan dalam negeri itu.
Bakal suami itu bukanlah dari orang yang menyusahkan bakal isteri untuk hidup bersamanya seperti orang buta atau terlalu tua.
Sekiranya ketiga-tiga syarat ini tidak diperolehi dan perkahwinan itu dilakukan juga, maka perkahwinan itu sah, tetapi wali adalah berdosa, pendeknya perkahwinan haram dilakukan.

Perempuan Yang Haram Dikahwini
Perempuan yang haram dikahwini terbahagi kepada dua bahagian :
Haram buat selama-lamanya.
Haram buat sementara waktu.
1) Sebab-Sebab Haram Dikahwini
Haram dengan sebab keturunan
Haram dengan sebab susuan
Haram dengan sebab persemendaan (musoharah).
2)Haram Dengan Sebab Keturunan
Ibu dan ibu kepada ibu (nenek) hinggalah ke atas.
Anak, cucu dan seterusnya ke bawah.
Saudara perempuan seibu atau sebapa atau seibu sahaja.
Saudara perempuan bagi bapa (emak saudara) hingga ke atas.
Saudara perempuan ibu (emak saudara) hingga ke atas.
Anak saudara dari saudara lelaki hingga ke bawah.
Anak saudara dari saudara perempuan hingga ke bawah.
Sebagai dalil bagi pengharaman tersebut ialah firman Allah :
Ertinya : Diharamkan ke atas kamu mengahwini ibu kamu, anak saudara, emak saudara sebelah bapa, emak saudara sebelah ibu, anak saudara dari saudara lelaki, dan anak saudara dari saudara perempuan kamu.
(Surah An-Nisa : ayat 23)
Perhatian :
Anak perempuan yang lahir hasil dari perzinaan, tidak haram dengan bapa zinanya kerana anak perempuan yang lahir dari zina dianggap orang asing (ajanabiah) baginya, ini ialah kerana mani zina itu tidak dihormati, walau bagaimanapun makruh bagi bapa zina mengahwini anak zinanya, berdasarkan perselisihan pendapat di antara utalam Abu Hanifah (mazhab Hanafi) yang berpendapat :

Tidak halal bagi bapa zina mengahwini anak perempuan yang hasil dari zinanya dan anak zinanya itu dianggap sebagai muhrimnya, iaitu sama seperti anak biasa.

Walaupun tidak halal dikahwini tetapi tidak berhak mendapat pusaka dari bapa zinanya itu.

Bagi ibu yang berzina dan semua muhrimnya adalah haram mengahwini anak zinanya, begitu juga anak zina itu berhak mendapat pusaka dari ibunya.

3) Haram Dengan Sebab PEnyusuan
Ibu yang menyusukan.
Saudara perempuan yang sepersusuan.
Firman Allah :
Ertinya : Dan diharamkan ibu-ibu yang menyusukan kamu dan saudara-saudara kamu sepersusuan.
Perempuan-perempuan yang haram dengan sebab susuan adalah sama dengan orang-orang yang haram dengan sebab keturunan, sebagaimana sabda Nabi SAW :
Ertinya : Haram dari susuan sebagaimana haram dari keturunan.
(Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Syarat-Syarat Haram Dengan Sebab Susuan
Ibu yang menyusukan itu telah baligh.
Anak yang disusukan itu berusia dua tahun, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Ertinya : Tidaklah susuan itu melainkan dalam lingkungan umur dua tahun.
(Riwayat Al-Dar Qatni)
Bilangan menyusunya sampai lima kali yang berasingan dan setiap kali menyusu mesti sampai kenyang, sebagaimana tersebut dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aishah :
Ertinya : Adalah pada ayat yang diturunkan dari Quran ialah sepuluh kali susu yang maklum lagi mengharamkan kemudian dimansuhkan dengan lima kali susu sahaja.
(al-Hadith)
Susu yang diberi kepada anak-anak itu mestilah ditelan dan sampai ke perut kanak-kanak itu pada kelima-lima kalinya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Ertinya :Tidak diharamkan kahwin dari susuan itu melainkan susuan yang sampai kepada perut kanak-kanak itu dan penyusuan itu pula mesti budak yang menyusu itu belum berumur dua tahun.
(Riwayat : At-Tarmidzi)
Sekiranya tidak memenuhi syarat-syarat yang tersebut maka tidaklah haram berkahwin di antara ibu yang menyusukan dengan anak yang disusukan dan seterusnya.
4)Haram Dengan Sebab Persemendaan (Berambil-Ambilan)
Ibu mertua samada dari keturunan atau penyusuan.
Ibu tiri, datuk tiri hingga ke atas.
Menantu perempuan (isteri anak), isteri cucu hingga ke bawah.
Anak tiri dengan syarat sudah disetubuhi ibunya, jika belum disetubuhi kemudian diceraikan, maka tidaklah haram mengkahwinkan anak tiri itu samada anak tiri itu dari keturunan atau penyusuan.Pengharaman keempat-empat orang ini berdasarkan firman Allah :
Ertinya : Dan diharamkan ibu isteri kamu, dan anak tiri yang dalam pemeliharaan kamu jika ibunya telah kamu setubuhi, maka jika ibunya itu belum kamu setubuhi maka bolehlah kamu mengkahwini anak tiri itu dengan begitu juga haram mengkahwini isteri anak kamu yang sejati.
(Surah An-Nisa:ayat 23
Dan firman Allah :
Ertinya:Janganlah kamu kahwini perempuan-perempuan yang telah dikahwini oleh bapa kamu (ibu tiri).
(Surah An-Nisa : ayat 22)
5)Perempuan-Perempuan Yang Haram Dikahwini Buat Sementara Waktu Dengan Sebab Menghimpunkannya
Saudara-saudara perempuan bagi isteri.Sebagaimana firman Allah :
Ertinya : Da haram kamu menghimpunkan dua perempuan yang bersaudara kecuali apa yang telah lalu.
Anak saudara isteri sebelah bapa.
Anak saudara isteri sebelah ibu.
Anak saudara isteri dari saudara lelaki.
Anak saudara isteri dari saudara perempuan.
Sabda Rasulullah SAW :
Ertinya : Tidak boleh dikahwini seorang perempuan yang dihimpunkan dengan emak saudara sebelah bapa dan tidak boleh antara emak saudara sebelah bapa dengan anak perempuan saudara lelakinya dan tidak boleh dikahwini seorang perempuan dihimpun dengan emak saudaranya sebelah ibu begitu juga di antara emak saudara sebelah ibu dengan anak perempuan dari saudara perempuan, tidak yang besar dengan yang kecil dan tidak yang kecil dengan yang besar.
(Riwayat At-Tarmidzi)
Maskawin
1)Pengertian Maskawin(Al-Mahar)
Maskahwin ialah : pemberian yang wajib diberi oleh suami kepada isterinya dengan sebab perkahwinan.Sebagaimana firman Allah:
Ertinya :Berikanlah kepada orang-orang perempuan itu maskahwin mereka S.A.W.:
Sabda Rasulullah SAW :
Ertinya : Carilah untuk dijadikan maskahwin walaupun sebentuk cincin yang dibuat daripada besi.
(Riwayat Al-Bukhari Muslim)
Dari hadith tersebut nyatalah bahawa maskahwin boleh dijadikan daripada apa sahaja, asalkan sesuatu yang berguna dan berfaedah,samada berupa wang, barang atau sesuatu yang bermanfaat,Sebagaimana Rasulullah pernah mengkahwinkan seorang lelaki yang tidak ada memiliki sesuatu apa pun untuk dijadikan maskahwin, lalu Rasulullah bertanya kepada lelaki itu
"adakah pada engkau sedikit dari ayat-ayat Quran," lelaki itu menyahut bahawa dia ada mengingati beberapa surat, kemudian Rasulullah pun mengkahwinkan lelaki itu dengan bermaskahwinkan surat yang diajarkan kepada perempuan yang bakal menjadi isteri lelaki itu.
Maskahwin ini tidak dihadkan oleh syarak banyak atau sedikit.Jadi untuk menentukan banyak atau sedikitnya maskahwin ini terpulanglah kepada persetujuan kedua belah pihak pengantin dan biasanya mengikuti taraf atau darjat pengantin tersebut, walau bagaimanapun pihak syarak tidak mengalakkan maskahwin yang terlalu tinggi yang menyebabkan kesukaran bagi pihak lelaki, sebagaimana sabda Rasulullah S.A.W.:
Ertinya : Sebaik-baik maskahwin ialah yang lebih rendah.
Hadis tersebut menunjukkan bahawa disunatkan maskahwinkan itu rendah nilainya, supaya tidak menjadi keberatan kepada lelaki untuk mencarinya, walaupun begitu, bukanlah bermaksud rendah sehingga sampai menjatuhkan taraf wanita.

2)Bahagian Mahar
Mahar Misil
Ialah mahar yang dinilai mengikut maskahwin saudara-saudara perempuan yang telah berkahwin lebih dahulu dan hendaklah dinilai sama dengan maskahwin keluarga yang paling dekat sekali, seperti kakak, emak saudara dan seterusnya di samping menilai keadaan perempuan itu sendiri dari segi kecantikan, kekayaan, pelajaran dan sebagainya.
Mahar Musamma
Ialah maskahwin yang telah ditetapkan dan telah dipersetujui oleh kedua-dua belah pihak dengan tidak memandang kepada nilai maskahwin saudara-saudara perempuan itu.
3)      HUKUM MENYEBUT MASKAHWIN DI WAKTU AKAD
         1.      Sunat
                  Sunat, kerana Rasulullah sendiri tidak pernah meninggalkan dari menyebutnya di masa akad bila menikahkan  orang lain.  Dengan menyebutnya di masa akad, dapat mengelakkan dari berlaku perselisihan berhubung dengannya,  juga dapat membezakan di antara perkahwinan biasa dengan perkahwinan  seorang perempuan yang menghebahkan dirinya kepada Rasulullah tanpa mahar.
                  Sekiranya mahar tersebut tidak dinyatakan di masa akad bukanlah bererti akad perkahwinan itu tidak sah tetapi makruh jika tidak disebut.
         2.      Wajib
                  Wajib disebut mahar di waktu akad dalam keadaan yang berikut :
1.      1.      Jika bakal isteri itu seorang yang masih budak kecil, gila, atau bodoh, sedangkan bakal suami ingin membayar mahar yang lebih tinggi dari mahar yang sepatutnya (mahar misil).
2.      2.      Jika bakal isteri yang sudah baligh, bijak dan boleh menguruskan diri sendiri dan telah membenarkan wali untuk mengkahwinkannya, tetapi ia tidak menyerahkan kepada  walinya untuk menetapkan maskahwinnya.
3.      3.      Jika bakal suami itu seorang yang tidak boleh menguruskan hal dirinya sendiri, seperti ia masih budak, gila atau bodoh dan sebelum akad telah mendapat persetujuan dari bakal isteri tersebut tentang bayaran maskahwin kurang dari mahar yang sepatutnya, oleh yang demikian maskahwin wajib dinyatakan sebagaimana yang dipersetujui.
Maksud wajib di sini bukanlah bererti perkahwinan itu tidak sah, tetapi perbuatan itu dianggap  berdosa dan maskahwin dibayar mengikut kadar yang sepatunya (mahar Misil).

4)      WAJIB MASKAHWIN
         Maskahwin wajib dibayar mengikut sebagaimana yang tersebut di dalam akad,  Jika dinyatakan di masa akad, maskahwin wajib juga dibayar dengan keadaan yang berikut :
1.      Bila suami menetapkan yang ia akan membayarnya sebelum dukhul (setubuh) dan dipersetujui oleh pihak isteri.  Oleh yang demikian, isteri berhak menghalang suami dari mensetubuhinya sehingga suami tersebut menentukan kadar  maskahwin yang akan diberinya, samada dengan secara tunai atau berhutang.  Jika dijanjikan tunai maka pihak isteri berhak menghalang suami tersebut dari mensetubuhinya sehingga dijelaskan maskahwin itu.
2.      Bila penetapan maskahwin itu dibuat oleh qadhi dengan sebab keingkaran pihak suami dari membuat ketetapan atau dengan senan perbalahan atau perselisihan kedua belah pihak tentang kadar maskahwin tersebut dan bila qadhi menentukannya maskahwin tersebut hendaklah dibayar tunai (tidak boleh berhutang).
3.      Bila suami menyetubuhi isterinya wajib dibayar maskahwin menurut kadar yang seimbang dengan taraf  isteri tersebut.

5)      GUGUR SEPARUH MASKAHWIN
         Apabila  berlaku talak sebelum persetubuhan maka gugurlah separuh maskahwin, firman Allah :


         Ertinya :             Dan jika kamu menceraikan perempuan sebelum mensetubuhinya, sedangkan kamu telah menentukan maskahwinnya, maka bagi perempuan itu setengah dari apa yang kamu tentukan itu.

         Hal  ini berlaku sekiranya perceraian itu berpunca dari pihak suami seperti suami menjadi murtad, atau suami menganut Islam sedangkan isterinya  tidak dan sebagainya, tetapi jika penceraian itu berpunca dari pihak isteri, seperti suami menfasakhkan perkahwinan tersebut dengan sebab kecacatan yang ada pada isteri, maka maskahwin itu akan gugur semuanya.

6)      MATI SUAMI ATAU ISTERI SEBELUM PERSETUBUHAN
         Jika  seorang suami meninggal dunia sebelum berlaku persetubuhan, pihak warithnya wajib membayar maskahwin sepenuhnya kepada janda  tersebut dan jika maskahwin itu belum ditentukan kadarnya, maka wajib dibayar dengan nilai mahar misil.
         Sebaliknya pula  jika seorang isteri meninggal dunia sebelum berlaku persetubuhan, pihak suami wajib membayar maskahwin sepenuhnya kepada wraith jandanya itu, jika maskahwin belum  dijelaskan lagi sebelum, sabda Rasulullah S.A.W. :





         Ertinya : Dari Al-Qamah katanya : Seorang perempuan telah berkahwin dengan seorang lelaki kemudian lelaki itu mati sebelum sampai mensetubuhi isterinya itu dan maskahwinnya pun belum ditentukan kadarnya, kata Al-Qamah: mereka mengadukan hal tersebut kepada Abdullah maka Abdullah berpendapat, perempuan itu berhak  mendapat pusaka dan wajib pula ia beriddah, maka ketika ini Ma’kil bin Sanan Al-Shakbi menjelaskan bahawa sesungguhnya nabi S.A.W.  telah memutuskan terhadap Buruq bte Wasiq seperti yang dibuat oleh Abdullah tadi.
(Riwayat Al-Kamsah dan Sahih At-Tirmidzi)

7)      AL-MUT’AAH
         Ertinya:Satu pemberian dari suami kepada isteri sewaktu ia menceraikannya.  Pemberian  ini wajib diberikan sekiranya perceraian itu berlaku dengan kehendak suami, bukan kemahuan isteri.
         Banyaknya pemberian ini adalah berdasarkan kepada persetujuan atau keredhaan kedua-dua belah pihak, di samping mempertimbangkan keadaan kedua-duanya, kaya atau miskin dan sebagainya tidak kurang dari separuh mahar.  Firman Allah:

         Ertinya :Terangkan olehmu hati mereka dengan pemberian dan lepaskanlah mereka dengan cara yang baik.
(Al-Ahzab : ayat 49)
Bab : WALIMATUL URUS
1)      HUKUM MENGADAKANNYA
         Hukum mengadakan kenduri kahwin ini adalah sunat muakad ( yang sangat dituntut) sebagaimana  sabda Nabi S.A.W. :


         Ertinya : Kata Nabi S.A.W. kepada Abdul Rahman bin Auf sewaktu beliau berkahwin, hendaklah kamu mengadakan kenduri kahwin sekalipun menyembelih seekor kambing.
(Riwayat Bukhari dan Muslim)

2)      HUKUM MENGHADIRI MAJELIS KAWIN

         Menerima jemputan ke majlis adalah wajib terhadap setiap orang yang dijemput kecuali ada sesuatu keuzuran tidak dapat  menghadirinya, seperti sakit dan sebagainya.  Sabda  Rasulullah SAW:

         Ertinya : Apabila kamu dijemput untuk menghadiri majlis kenduri kahwin hendaklah kamu menghadirinya.
(Riwayat Bukhari dan Muslim)

3)      SYARAT-SYARAT WAJIB PERGI KE MAJELIS KAWIN BILA DIUNDANG

1.    Yang dijemput itu bukan khusus kepada orang-orang kaya sahaja.
2.    Yang menjemput itu juga beragama Islam.
3.    Yang dijemput itu juga  beragama Islam.
4.    Kenduri itu tidak menggunakan wang atau harta haram.
5.  Yang dijemput itu tidak menerima  pada satu masa, maka hendaklah menerima jemputan yang lebih dekat dari segi keluarga kemudian dipandang dari segi dekat tempatnya.
6.  Tidak didapati perkara-perkara yang mungkar di majlis itu seperti mengadakan minuman keras dan sebagainya.

MAKALAH MUNAKAHAT DAN WARISAN

                                                                                                      
KATA PENGANTAR


    Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “MUNAKAHAT DAN WARISAN”

    Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian Munakahant dan Waris atau yang lebih khususnya membahas definisi dan pembagian Munakahat dan Warisan, serta identifikasi dan hukumnya.

    Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Munakahat dan Warisan.

           Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

    Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua yang telah membaca dan menerima makalah ini.  Semoga Allah SWT senantiasa meridhai semuanya.  Aamiin.



                                
                                                                                                                                           Penyusun









DAFTAR ISI



DAFTAR ISI...............................................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................................................

·         LATAR BELAKANG....................................................................................................
·         RUMUSAN MASALAH................................................................................................
·         TUJUAN.........................................................................................................................


BAB II. ANALISIS PERMASALAHAN...................................................................................

A.    PEMBAHASAN.............................................................................................................
·         PENGERTIAN MUNAKAHAT ...................................................................................
·         RUKUN MUNAKAHAT...............................................................................................
·         HUKUM MUNAKAHAT..............................................................................................
·         MASKAWIN..................................................................................................................
·         HIKMAH MUNAKAHAT............................................................................................
·         WALI..............................................................................................................................
·         PENGERTIAN WARISAN.................................................................................................
·         HAL-HAL PERLU DI UTAMAKAN DARI WARISAN..................................................
·         AHLI WARIS.................................................................................................................



BAB III. PENUTUP....................................................................................................................

A.    KESIMPULAN...............................................................................................................
B.     SARAN............................................................................................................................
C.     KRITIKAN......................................................................................................................

      DAFTAR PUSTAKA










BAB I
PENDAHULUAN

·         LATAR BELAKANG

Munakahat adalah salah satu asas pokok hidup, terutama dalam pergaulan atau
bermasyarakat yang sempurna, selain itu munakahat juga merupakan suatu
pokok yang utama untuk menyusun masyarakat kecil, yang nantinya akan menjadi
anggota dalam masyarakat yang besar. Munakahat adalah bentuk yang paling sempurna dari kehidupan bersama.

Warisan adalah harta pusaka (harta peninggalan) yaitu harta benda dan hak yang di tinggalkan oleh orang yang meninggal dunia untuk di bagikan kepada ahli warisnya (orang yang berhak menerimanya).Ahli waris artinya orang-orang yang berhak menerima harta pusaka dari seseorang yang telah meninggal dunia.Jumlah ahli waris sebanyak 25 ororang dari yaitu 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.



·         RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah merupakan upaya menyatakan permasalahan-permasalahan
dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang akan diselesaikan oleh penulis dalam
sebuah penelitian. Ada beberapa rumusan masalah dari latar belakang tersebut yaitu:

1. Bagaimana tata cara munakahat dan tata cara warisan?
2. Apa sumber hukum yang terdapat dalam munakahat dan warisan?
3. Penjelasan hadist tentang munakaht dan warisan?



·         TUJUAN

     Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini antara lain, yaitu:

1. sebagai bahan kajian para mahasiswa mengenai Munakahat dan Warisan.
2. sebagai mencari berbagai cara untuk membahas tentang Munakahat dan Warisan.
3. sebagai metode pengumpulan data tentang Muankahat dan Warisan.




BAB II
ANALISIS PERMASALAHAN

A.    PEMBAHASAN

·         PENGERTIAN MUNAKAHAT

Munakahat adalah Akad nikah yang menghalalkan pergaulan yang membatasi hak dan kewajiban daripada masing-masing jenis laki-laki dan perempuan. Yang antara keduanya bukan muhrim.
Dari pengertian tersebut kita dapat mengetahui, bahwa dalam munakahat itu harus ada akad nikah, di samping antara masing-masing jenis (laki-laki dan perempuan) itu tidak mempunyai hubungan kekeluargaan, baik yang di sebabkan karena keturunan, menyusui, dan sebab perkawinan. Denagan kata lain kedua laki- laki dan wanita bukan muhrim.
Muhrim artinya Orang yang tidak boleh di kawini di sebabkan garis keturunan, sepersusuan ataupun perkawinan, baik laki-laki maupun perempuan.
v  Muhrim di sebabkan keturunan (genealogis)

§  Ibu dari ibunya (nenek) ibu dari bapak dan seterusnya sampai ke atas.
§  Anak, cucu dan seterusnya sampai ke bawah.
§  Saudara perempuanbaik seibu-sebapak.
§  Saudara perempuan (bibi) dari bapak.
§  Saudara perempuan (bibi) dari ibu.
§  Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya.
§  Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya.

v  Muhrim yang di sebabkan menyusui

§  Ibu dan bapak dari tempat menyusui
§  Saudara perempuan sepersusuan

v  Muhrim yang di sebabkan perkawinan

§  Mertua (ibu dari pihak isteri)
§  Anak tiri
§  Menantu (isteri dari anak)
§  Isteri bapak (ibu)
·       RUKUN MUNAKAHAT

v  Calon isteri
v  Calon suami
v  Wali (dari pihak perempuan).
v  Dua orang saksi.
v  Shigat (ijab-qabul).

v  Syarat-Syarat Calon Isteri
Bukan mahram dengan bakal suami.Bakal isteri itu tentu orangnya, tidak sah perkahwinan kalau seorang bapa berkata: “Saya nikahkan awak dengan salah seorang daripada anak-anak perempuan saya”.Pendeknya mestilah ditentukan yang mana satu daripada anak-anaknya itu.Bukan isteri orang dan bukan pula masih dalam iddah.Benar-benar yang ia seorang perempuan – bukan khunsa.Dengan rela hatinya bukan dipaksa-paksa kecuali bakal isteri itu masih gadis maka bapa atau datuk (bapa kepada bapa) boleh memaksanya berkahwin.

v  Syarat-Syarat Caalon Suami
Bukan mahram dengan bakal isteri.Dengan pilihan hatinya sendiri, tidak sah berkahwin dengan cara paksa.Lelaki yang tertentu, tidak sah perkahwinan kalau wali berkata kepada dua  orang lelaki : “Saya nikahkan anak perempuan saya Aminah dengan salah seorang daripada kamu berdua.”Bakal suami mestilah tahu yang bakal isteri itu sah berkahwin dengannya.Bakal suami itu bukan sedang dalam ilham.Bakal suami tidak dalam keadaan beristeri empat.

v  Syarat-Syarat Wali
Islam, orang yang tidak beragama Islam tidak sah menjadi wali atau saksi.Firman Allah:Artinya : Wahai orang yang beriman janganlah kamu ambil orang Yahudi dan orang Nasrani untuk menjadi wali.(Surah Al-Maidah : Ayat 51)
- Baligh
- Beraka
- Merdeka
- Lelaki
            Perempuan tidak boleh menjadi wali.Sabda Rasulullah SAW :Artinya : Tidak harus perempuan mengkahwinkan perempuan dan tidak perempuan mengkahwinkan dirinya sendiri, dan kami berkata: perempuan yang mengkahwinkan dirinya sendiri adalah penzina.(Riwayat Al-Dar Al-Qatni)Adil – tidak pasiq, sabda Rasulullah SAW :Artinya : Tidak sah perkahwinan itu melainkan dengan wali yang adil.Tidak dalam ihram, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:Artinya : Orang yang sedang berihram tidak boleh berkahwin dan tidak boleh mengkahwinkan orang lain.(Riwayat Muslim)Tidak cacat akal atau fikirannya samada kerana terlalu tua atau lainnya.Tidak dari orang yang ditahan kuasanya dari membelanjakan hartanya kerana bodoh atau terlalu boros.
v  Syarat- Ijab Dan Qabul

·         .Syarat-syarat ijab :
Hendaklah dengan perkataan nikah atau tazwij yang terang dan tepat.Lafaz ijab itu tidak mengandungi perkataan yang menunjukkan perkahwinan itu terbatas waktnya.Dari wali sepertii katanya : “Saya nikahkan awak dengan anak saya Fatimah  dengan mas kahwin lima ratus ringgit tunai / bertangguh”, atau pun dari wakil wali seperti katanya : Saya nikahkan dikau dengan Fatimah binti Yusof yang telah berwakil wali ayahnya kepada saya dengan mas kahwin sebanya lima ratus ringgit tanai / bertangguh”.Tidak dengan lafaz ta’liq seperti kata wali : “Saya nikahkan dikau dengan anak saya Fatimah sekiranya anak saya itu diceraikan dan selesai iddahnya”.
·         Syarat-syarat Qabul :
Tidak berselang lama atau tidak diselangi dengan perkataan-perkataan lain di antara ijab dan qabul. Ertinya di antara ijab dan qabul tidak diselangi oleh sesuatu samada perkataan-perkataan yang lain daripada ijab dan qabul atau diam yang lama, bukan diam untuk bernafas.Diterima oleh calon suami seperti katanya : “Saya terima nikahnya dengan mas kahwin sebanyak yang tersebut tunai / bertangguh”. Ataupun wakilnya seperti katanya: “Saya terima nikahnya untuk Osman, (kalau calon suami itu bernama Osman) dengan mas kahwin yang tersebut”.Lafaz qabul itu tidak berta’liq.Lafaz qabul itu tidak mengandungi perkataan yang menunjukkan nikah itu terbatas waktunya.Hendaklah disebut nama bakal itu atau ganti namanya, seperti kata calon suami : “Saya terimalah nikah Fatimah atau nikahnya”.Lafaz qabul itu sesuai dengan lafaz ijab.Hendaklah lafaz qabul itu lafaz yang terang bukan sindiran.
·         Syarat-Syarat Saksi  :
Kedua saksi perkahwinan itu mestilah beragama Islam.
-Lelaki
-Berakal
-Baligh
-Merdeka
-Adil (tidak fasiq).

              Melihat, tidak sah menjadi saksi orang yang buta.Mendengar, tidak sah menjadi saksi orang yang pekak.Kuat ingatan, maksudnya ingat apa yang didengar dan yang dilihat.Faham dengan bahasa yang digunakan dalam ijab dan qabul.Bukan yang tertentu menjadi wali seperti bapa atau saudara lelaki yang tunggal (tidak ada saudara lelaki yang lain), ertinya : tidak sah perkahwinan sekiranya bapa atau saudara yang tunggal itu mewakilkan kepada orang lain untuk mengakadkan perkahwinan itu sedangkan mereka menjadi saksi dalam perkahwinan tersebut.

·         HUKUM MUNAKAHAT
Hukum munakahat terdiri dari beberapa macam, antara lain :
v  Jaiz

Jaiz artinya di perbolehkan dan inilah sebenarnya yang menjadi dasar hukum munakahat.

v  Sunnat

Sunnat artinya apabila orang yang akan melakukan munakahat itu telah mempunyai hasrat
sendiri untuk kawin, di samping telah mempunyai bekal hidup untuk membiayai/ memberi nafkah secukupnya.

v  Wajib

Wajib artinya bagi orang yang telah mempunyai bekal hidup untuk memberi nafkah yang
Cukup, di samping adanya kekhawatiran berbuat maksia(zina).

v  Makruh

Makruh artinya bagi orang yang belum mempunyai kemampuan memberi nafkah.

v  Haram

Haram artinya apabila orang yang akan melakukan munakahat itu mempunyainiat buruk yaitu menyakiti hati perempuan yang di kawininya itu.
Demikian macam-macam hukum munakahat yang di jumpai dalam ajaran islam, yang harus di ketahui dan di laksanakan oleh seluruh umatnya.

Selanjutnya mungkin timbul pertanyaan : Mengapa sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, bahwa orang laki-laki beristeri lebih dari satu ? Kalau demikain bolehlah seorang perempuan itu bersuami lebih dari satu ? Dan apakah dalam ajaran islam diperbolehkan munakahat campuran?
Jawabannya : Menurut ajaran islam bahwa munakahat campuran dan perempuan yang bersuami lebih dari satu itu di larang oleh ALLAH SWT, bahkan bagi seorang laki-laki yang beristerikan lebih dari satu orang pun di kenakan persyaratan-persyaratan yang cukup berat untuk di laksanakan. Ajaran Islam sangat berhati-hati dalam mengatur segi-segi kehidupan manusia sehari-hari. Dalam ajaran Islam tidak ada larangan seorang laki-laki beristerikan sampai batas empat orang. Akan tetapi untuk melaksanakn hal itu harus dapat memenuhi syarat-syarat yaitu bisa berlaku seadil-adil nya dalam mengatur kebutuhan tiap-tiap isteri, sebagaimana Firman ALLAH SWT yang berbunyi :

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ

Artinya ‘’ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang sajaatau budak-budak yang kamu miliki.....’’ (An-Nisa’ :3)
·         MASKAWIN

v  Pengertian Maskawin(Al-Mahar)
Maskahwin ialah : pemberian yang wajib diberi oleh suami kepada isterinya dengan sebab perkahwinan.Sebagaimana firman Allah:
Artinya :Berikanlah kepada orang-orang perempuan itu maskahwin mereka S.A.W.:
Sabda Rasulullah SAW :
Artinya : Carilah untuk dijadikan maskahwin walaupun sebentuk cincin yang dibuat daripada besi.(Riwayat Al-Bukhari Muslim)Dari hadist tersebut nyatalah bahawa maskahwin boleh dijadikan daripada apa sahaja, asalkan sesuatu yang berguna dan berfaedah,samada berupa wang, barang atau sesuatu yang bermanfaat,Sebagaimana Rasulullah pernah mengkahwinkan seorang lelaki yang tidak ada memiliki sesuatu apa pun untuk dijadikan maskahwin, lalu Rasulullah bertanya kepada lelaki itu
"adakah pada engkau sedikit dari ayat-ayat Quran," lelaki itu menyahut bahawa dia ada mengingati beberapa surat, kemudian Rasulullah pun mengkahwinkan lelaki itu dengan bermaskahwinkan surat yang diajarkan kepada perempuan yang bakal menjadi isteri lelaki itu.
Maskahwin ini tidak dihadkan oleh syarak banyak atau sedikit.Jadi untuk menentukan banyak atau sedikitnya maskahwin ini terpulanglah kepada persetujuan kedua belah pihak pengantin dan biasanya mengikuti taraf atau darjat pengantin tersebut, walau bagaimanapun pihak syarak tidak mengalakkan maskahwin yang terlalu tinggi yang menyebabkan kesukaran bagi pihak lelaki, sebagaimana sabda Rasulullah S.A.W.:
Artinya : Sebaik-baik maskahwin ialah yang lebih rendah.
Hadis tersebut menunjukkan bahawa disunatkan maskahwinkan itu rendah nilainya, supaya tidak menjadi keberatan kepada lelaki untuk mencarinya, walaupun begitu, bukanlah bermaksud rendah sehingga sampai menjatuhkan taraf wanita.

·         Bahagian Mahar

v  Mahar Misil
Mahar Misil ialah mahar yang dinilai mengikut maskahwin saudara-saudara perempuan yang telah berkahwin lebih dahulu dan hendaklah dinilai sama dengan maskahwin keluarga yang paling dekat sekali, seperti kakak, emak saudara dan seterusnya di samping menilai keadaan perempuan itu sendiri dari segi kecantikan, kekayaan, pelajaran dan sebagainya.
v  Mahar Musamma
Mahar Musamma ialah maskahwin yang telah ditetapkan dan telah dipersetujui oleh kedua-dua belah pihak dengan tidak memandang kepada nilai maskahwin saudara-saudara perempuan itu.
·         HUKUM MENYEBUT MASKAWIN DI WAKTU AKAD

v  Sunat
                  Sunat, karena Rasulullah sendiri tidak pernah meninggalkan dari menyebutnya di masa akad bila menikahkan  orang lain.  Dengan menyebutnya di masa akad, dapat mengelakkan dari berlaku perselisihan berhubung dengannya,  juga dapat membezakan di antara perkahwinan biasa dengan perkahwinan  seorang perempuan yang menghebahkan dirinya kepada Rasulullah tanpa mahar.
      Sekiranya mahar tersebut tidak dinyatakan di masa akad bukanlah bererti akad perkahwinan itu tidak sah tetapi makruh jika tidak disebut.
v  Wajib
                  Wajib disebut mahar di waktu akad dalam keadaan yang berikut :
1.      Jika bakal isteri itu seorang yang masih budak kecil, gila, atau bodoh, sedangkan bakal suami ingin membayar mahar yang lebih tinggi dari mahar yang sepatutnya (mahar misil).

2.      Jika bakal isteri yang sudah baligh, bijak dan boleh menguruskan diri sendiri dan telah membenarkan wali untuk mengkahwinkannya, tetapi ia tidak menyerahkan kepada  walinya untuk menetapkan maskahwinnya.
3.  Jika bakal suami itu seorang yang tidak boleh menguruskan hal dirinya sendiri, seperti ia masih   budak, gila atau bodoh dan sebelum akad telah mendapat persetujuan dari bakal isteri tersebut tentang bayaran maskahwin kurang dari mahar yang sepatutnya, oleh yang demikian maskahwin wajib dinyatakan sebagaimana yang dipersetujui.
Maksud wajib di sini bukanlah bererti perkahwinan itu tidak sah, tetapi perbuatan itu dianggap  berdosa dan maskahwin dibayar mengikut kadar yang sepatunya (mahar Misil).

·         WAJIB MASKAWIN

         Maskawin wajib dibayar mengikut sebagaimana yang tersebut di dalam akad,  Jika dinyatakan di masa akad, maskahwin wajib juga dibayar dengan keadaan yang berikut :
1.      Bila suami menetapkan yang ia akan membayarnya sebelum dukhul (setubuh) dan dipersetujui oleh pihak isteri.  Oleh yang demikian, isteri berhak menghalang suami dari mensetubuhinya sehingga suami tersebut menentukan kadar  maskahwin yang akan diberinya, samada dengan secara tunai atau berhutang.  Jika dijanjikan tunai maka pihak isteri berhak menghalang suami tersebut dari mensetubuhinya sehingga dijelaskan maskahwin itu.
2.      Bila penetapan maskahwin itu dibuat oleh qadhi dengan sebab keingkaran pihak suami dari membuat ketetapan atau dengan senan perbalahan atau perselisihan kedua belah pihak tentang kadar maskahwin tersebut dan bila qadhi menentukannya maskahwin tersebut hendaklah dibayar tunai (tidak boleh berhutang).
3.      Bila suami menyetubuhi isterinya wajib dibayar maskahwin menurut kadar yang seimbang dengan taraf  isteri tersebut.


·         GUGUR SEPARUH MASKAWIN
         Apabila  berlaku talak sebelum persetubuhan maka gugurlah separuh maskahwin, firman Allah :
     Artinya :’’ Dan jika kamu menceraikan perempuan sebelum mensetubuhinya, sedangkan kamu telah menentukan maskahwinnya, maka bagi perempuan itu setengah dari apa yang kamu tentukan itu’’.
         Hal  ini berlaku sekiranya perceraian itu berpunca dari pihak suami seperti suami menjadi murtad, atau suami menganut Islam sedangkan isterinya  tidak dan sebagainya, tetapi jika penceraian itu berpunca dari pihak isteri, seperti suami menfasakhkan perkahwinan tersebut dengan sebab kecacatan yang ada pada isteri, maka maskahwin itu akan gugur semuanya.

·         MATI SUAMI ATAU ISTERI SEBELUM PERSETUBUHAN
         Jika  seorang suami meninggal dunia sebelum berlaku persetubuhan, pihak warithnya wajib membayar maskahwin sepenuhnya kepada janda  tersebut dan jika maskahwin itu belum ditentukan kadarnya, maka wajib dibayar dengan nilai mahar misil.
         Sebaliknya pula  jika seorang isteri meninggal dunia sebelum berlaku persetubuhan, pihak suami wajib membayar maskahwin sepenuhnya kepada wraith jandanya itu, jika maskahwin belum  dijelaskan lagi sebelum, sabda Rasulullah S.A.W.
         Artinya : Dari Al-Qamah katanya : Seorang perempuan telah berkahwin dengan seorang lelaki kemudian lelaki itu mati sebelum sampai mensetubuhi isterinya itu dan maskahwinnya pun belum ditentukan kadarnya, kata Al-Qamah: mereka mengadukan hal tersebut kepada Abdullah maka Abdullah berpendapat, perempuan itu berhak  mendapat pusaka dan wajib pula ia beriddah, maka ketika ini Ma’kil bin Sanan Al-Shakbi menjelaskan bahawa sesungguhnya nabi S.A.W.  telah memutuskan terhadap Buruq bte Wasiq seperti yang dibuat oleh Abdullah tadi.(Riwayat Al-Kamsah dan Sahih At-Tirmidzi)
·         AL-MUT’AAH
         Artinya Satu pemberian dari suami kepada isteri sewaktu ia menceraikannya.  Pemberian  ini wajib diberikan sekiranya perceraian itu berlaku dengan kehendak suami, bukan kemahuan isteri.
         Banyaknya pemberian ini adalah berdasarkan kepada persetujuan atau keredhaan kedua-dua belah pihak, di samping mempertimbangkan keadaan kedua-duanya, kaya atau miskin dan sebagainya tidak kurang dari separuh mahar.  Firman Allah:
        Artinya :Terangkan olehmu hati mereka dengan pemberian dan lepaskanlah mereka dengan cara yang baik.(Al-Ahzab : ayat 49)

·       HIKMAH MUNAKAHAT

Munakahat mempunyai beberapa hikmah, di antaranya sebagai berikut :

v   Untuk memelihara diri dari perbuatan zina.
Sebagaimana di ketahui, bahwa munakahat merupakan salah satu dasar pokok dalam mengatur tata pergaulan hidup di masyarakat. Manusia yang telah di beri oleh ALLAH berupa hawa nafsu untuk bergaul dengan lawan jenisnya, supaya pergaulan itu berlangsung secara wajar di atas garis-garis moralitas/kesusilaan yang membedakan kita dari sifat pergaulan binatang, maka dalam ajaran islam telah di tunjukkan jalan untuk melakukan munakahat atau melaksanakan puasa. Dalam hal ini Rasulullah saw bBersabda yang artinya :
‘’Hai para pemuda  : Barangsiapa yang telah memiliki kemampuan dan keinginan di antaramu untuk mengadakan perkawinan, maka hendaklahengkau kawin. Karena sesungguhnya perkawinan itu dapat menghalangi penglihatan terhadap orang yangtidak halal dilihatnya dan akan memeliharamu dari godaan nafsu syahwatmu. Dan barangsiapa di antaramu ada yang tidak atau belum memiliki kemampuan untuk kawin, maka hendaklah engkau berpuasa, karena dengan puasa itu akan mengurangi hawa nafsu syahwatmu terhadap perempuan.’’
v   Untuk mengembangkan keturunan.

Alam yang luas ini di ciptakan ALLAH SWT untuk manusia supaya diisi dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kemudian kepentingannya bukan hanya untuk keperluan sendiri melainkan untuk kesejahteraan umat, sejakdari garis hubungan keluarga yangterdekat sampai kepada seluruh isialam ini. Lagi pula supaya manfaat alam ini dapat dirasakan dan dinikmati, supaya alam ini tidak memberikan mudharat/malapetaka bagi manusia sendiri, maka kita harus mencari untuk mendapatkan manusia yang baik. Untuk mendapatkan manusia yang baik  atau dangan kata lain memperoleh keturunan yang baik adalah dengan jalan munakahat.
Dalam ajaran Islam sudah jelas di kemukakan, bahwa untuk memperoleh keturunan yang baik hendaklah munakahat itu didasarkan atas agama dan budi pekerti. Bukan karena mengharapkan harta kekayaan, kebangsawanan dan kecantikannya, meskipun ketiga hal tersebut memberikan pengaruh pula pada kerukunan munakahat.

v   Untuk menegakkan rumah tangga.

Sudah menjadi naluri manusia, bahwa setiap orang di dunia ini menginginkan hidup rukun dan damai dalam satu rumah tangga yang teratur antara laki-laki dan perempuan. Rumah tangga yang demikian tidak akan di peerolehnya kalau tidak melalui suatu ikatan munakahat, lebih-lebih lagi munakahat yang di dasarkan atas agama dan budi pekerti.

v   Untuk menggiatkan berbagai usaha di lapangan penghidupan.

Apabila antara seorang laki-laki telah terjalin suatu ikatan dengan seorang perempuan dalam suatu munakahat, maka untuk mencapai kelangsungan hidup berumah tangga hendaklah masing-masing suami-isteri dapat memperjuangkan hak dan kewajiban serta tanggung  jawabnya. Suami maupun isteri harus dapat manjaga keselamatan rumah tangganya, karena keselamatan dan kesejahteraan rumah tangga merupakan cermin bagi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu suami harus lebih giat berusaha mencari nafkah untuk kesejahteraan hidup rumah tangganya. Demikian pula isteri harus berusaha sesuai dengan batas-batas kemampuan untuk membantu suami dalam menegakkan rumah tangga, sehingga terlihat suatu rumah tangga yang harmonis, lagi mesra.

v   Untuk memelihara keturunan yang baik.

Melalui munakahat akan dapat di ketahui jalur / garis keturunan seseorang, sehingga hukum kekeluargaan yang berhubungan dengan hukum warisan kelak akan mudah di ketahui dan di tegakkan. Supaya keturunan yang kita peroleh itu sendiri dari keturunan yang baik pula, maka kita harus berusaha memelihara keturunan kita supaya tetap baik. Itulah sebabnya dalam munakahat kita harus memilih, apakah keturunan orang yang akan di kawini itu baik ataukah tidak baik. Dalam agama Islam, tegas di katakan , bahwa kita harus memilih keturunan yang baik, dalam hal mana laki-laki harus memilih perempuan yang shalih dan demikian pula perempuan harus memilih calon suami yang shaleh.
Firman Tuhan ;

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ    
Artinya : “Maka wanita yang shaleh ialah yang ta’at kepada ALLAH lagi memelihara dri di balik pembelakangan suaminya, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”

Di antara faedah dan hikmahnya ialah :
  1. Supaya manusia itu hidup berpasangan menjadi suami isteri yang sah bagi mengatur dan membangunkan rumahtangga dengan janji-janji setia (akad nikah) sehidup semati.
  2. Supaya perhubungan lelaki dan wanita akan lebih bermakna lagi di sisi Allah dengan ikatan dan pertalian yang kukuh di mana tidak mudah putus atau diputuskan.
  3. Membangunkan masyarakat dari asas-asas rumahtangga yang damai dan berdisiplin.
  4. Supaya umat manusia berkembang biak bagi meramaikan dan memakmurkan bumi Allah yang luas ini.
  5. Supaya dapat melahirkan keturunan bangsa manusia yang diakui sah serta kekal pula dalam masyarakat dan negara.
  6. Supaya dapat menumpukan perasaan mahabbah, kasih sayang, tanggungjawab seorang suami kepada isteri, seorang bapa kepada anaknya, seorang datuk kepada cucunya dan seterusnya dari sebuah masyarakat kepada negara.
  7. Perkahwinan membuka pintu rezeki serta nikmat hidup.
  8. Perkahwinan memelihara agama, kesopanan, kehormatan dan kesihatan.
  9. Menyempurnakan naluri manusia bagi mendapat kepuasan nafsu dan keinginan syahwat serta menjauhkan diri dari gangguan godaan maksiat dan kezalinan yang amat dilarang oleh agama.
·         WALI

Kedudukan Wali dalam munakahat adalah sebagai rukun, yang mau tidak mau harus ada pada setiap munakahat, paling tidak atas nama Wali (di wakilkan kepada seseorang berhubung wali yang sebenarnya tidak bisa hadir karena beberapa sebab).

v  Susunan Wali.

Yang dapat menjadi wali dari mempelai perempuan dengan susunan sebagai berikut:

§  Bapak.
§  Kakek / datuk.
§  Saudara laki-laki yang seibu-sebapak.
§  Saudara laki-laki yang sebapak.
§  Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu-sebapak.
§  Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak.
§  Paman dari pihak bapak.
§  Anak laki-laki dari paman yang dari pihak bapak.
§  Hakim (wali hakim).

v  Syarat-syarat Wali dan Saksi

Peranan wali dari saksi dalam munakahat sangat penting, karena akan dapat menentukan sah atau tidak sah nya munakahat. Oleh karena itu wali dan saksi memiliki tanggung jawabyang besar dalam munakahat, sehingga tidak semua orang dapat di terima sebagai wali dan saksi kecuali memilki syarat sebagai berikut :
§  Muslim.
§  Baligh (paling sedikit sudah berumur 15 tahun).
§  Berakal sehat.
§  Merdeka bukan hamba sahaya.
§  Laki-laki.
§  Berlaku adil.

·         PENGERTIAN WARISAN

Warisan adalah harta pusaka (harta peninggalan) yaitu harta benda dan hak yang di tinggalkan oleh orang yang meninggal dunia untuk di bagikan kepada ahli warisnya (orang yang berhak menerimanya).
·         HAL-HAL YANG PERLU DI UTAMAKAN DARI  WARISAN

Hal-hal yang perlu di utamakan dalam harta pusaka sebelum di bagi-bagikan kepada ahli waris adalah :

v  Mengeluarkan zakat.
v  Biaya mengurus mayat (penyelenggaraan jenazah) sampai selesai penyelenggaraannya.
v  Hutang piutang.
v  Menyelesaikan wasiat apabila dia berwasiat semasa hidupnya dengan ketentuan tidak lebih dari 1/3 harta pusakanya.


·         AHLI WARIS

v  Ahli waris artinya orang-orang yang berhak menerima harta pusaka dari seseorang yang telah meninggal dunia.
v  Jumlah ahli waris sebanyak 25 ororang dari yaitu 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.


§  Dari pihak laki-laki :

o   Anak laki-laki dari orang yang meninggal.
o   Cucu laki-laki.
o   Datuk dari pihak bapak.
o   Orang tua laki-laki.
o   Saudara laki-laki yang seibu-sebapak.
o   Saudara laki-laki yang sebapak.
o   Saudara laki-laki yang seibu.
o   Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu-sebapak.
o   Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak.
o   Paman dari pihak bapak yangseibu-sebapak.
o   Paman dari pihak bapak yang sebapak.
o   Anak laki-laki dari paman yang seibu-sebapak.
o   Anak laki-laki dari paman yang sebapak.
o   Suami.
o   Laki-laki yang memerdekakan mayat.

Dalam hal ahli waris dari pihak laki-laki jika ke-15 orang tersebut di atas kebetulan ada semuanya, maka yang berhak menerima harta pusaka dari orang yang meninggal dunia hanya 3 orang ahli waris yaitu bapak, anak laki-laki dan suami.

§  Dari pihak perempuan :

o    Anak perempuan.
o    Cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki).
o    Ibu.
o    Ibu dari bapak.
o    Ibu dari ibu sampai ke atas dari pihak ibu sebelum di seling oleh laki-laki.
o    Bibi (saudara perempuan) yang seibu-sebapak.
o    Bibi (saudara perempuan) yang sebapak.
o    Bibi (saudara perempuan) yangseibu.
o    Isteri.
o    Perempuan yang memerdekaakn mayat.

Perlu di ketahui, bahwa sekiranya dari jumlah 10 orang seperti tersebut di atas ada semuanya, maka yang berhak mewarisi harta pusaka sebanyak 5 orang saja, yaitu isteri, anak perempuan, ibu, cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki) dan bibi (saudara perempuan) yangseibu-sebapak.
Demikian pula jika dari ke-25 orang ahli waris tersebut di atas seluruhnya ada, maka yang berhak menerima harta pusaka ialah salah satu daripada suami-isteri, ibu dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan.







BAB III. PENUTUP


      
·         KESIMPULAN

A.    Kesimpulan


Munakahat merupakan jalan yang paling bermanfaat dan paling afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan, karena dengan munakahat inilah seseorang bisa terjaga dirinya dari hal yang diharamkan oleh Allah. Penghargaan Islam terhadap sebuah ikatan perkawinan sangat besar sekali, sampai-sampai ikatan tersebut ditetapkan sebanding dengan separuh Agama.
Munakahat merupakan perbuatan hukum, tujuan utama pengaturan hukum dalam perkawinan adalah upaya untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan rahmat serta menghindari potensi penzaliman antara satu pihak
dengan pihak lainnya.
Warisan adalah harta pusaka (harta peninggalan) yaitu harta benda dan hak yang di tinggalkan oleh orang yang meninggal dunia untuk di bagikan kepada ahli warisnya (orang yang berhak menerimanya).



B.     Saran

Untuk lebih memahami semua tentang Munakahat dan Waris, disarankan para pembaca mencari referensi lain yang berkaitan dengan materi pada makalah ini. Selain itu, diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari – hari dalam hal Munakahat dan Waris beserta penyusun yang ada di dalamnya.



C.    Kritikan

           Pembahasan makalah yang saya rangkumkan di atas memang banyak terdapat kejanggalan atau kesalahan,maka dari itu bila kurang di pahami pembahasan  tersebut, saya selaku penyusun mengharapkan supaya dapat memberikan  pertanyaannya.


DAFTAR PUSTAKA


Darajat Zakiah. 1982. ‘’Pendidikan Agama Islam’’Semarang,03,SLTP III. Jakarta : CV. Toha Putra

Al-Bukhari, (2000), Al-Hadis As-Syarif (diakses dari CD Al-hadis As-Syarif AlIhdar Al-Tsani, Global Islamic Software Company.
Al-Atsqalani, Ibnu Hajar (selanjutnya disebut Al-Atsqalani), 1985 “Bulughul Maram”, diterjemahkan A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram Beserta Keterangannya, Jilid II (Bangil; Perct. Persatuan)